Garut- TAMBANG. Pembangkit listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Kamojang unit I, sejak April 2014 , mengalami shutdown akibat kerusakan turbin. Kegiatan operasional pembangkit yang mulai beroperasi pada 1983 itu pun terhenti. Akibatnya PT Pertamina Geothermal (PGE) sebagai pemasok uap untuk pembangkit unit I ini mengalami kerugikan yang ditaksir sekitar US$ 14 juta per tahun.
“Jika dihitung antara potensi uap yang dihasilkan dari unit I dan harga jual uapnya, maka diperkirakan potensi kerugian sebesar US$ 14 juta per tahun,” demikian disampaikan Wawan Darmawan, General Manajer PT Pertamina Geothermal unit Kamojang, saat berbincang dengan awak media (minggu, 32/10/2015).
Wawan mengungkapan belum mengetahui dengan pasti, kapan kegiatan operasional PLTP Kamojang unit I, akan kembali beroperasi. Kewenangan kegiatan operasional PLTP Kamojang Unit I, berada di tangan PT Indonesia Power. Sebab anak perusahaan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) itu yang membeli uap dari PGE unit Kamojang. Informasi yang ia dapatkan dari pihak Indonesia Power, kegiatan perbaikan akan segara dilakukan dan diperkirakan sudah bisa beroperasi pada akhir 2016 atau awal 2017.
“Kami berharap, semakin cepat diperbaiki dan beroperasi, akan semakin baik, sehingga bisa kembali memasok uap dan memberi benefit bagi perusahaan. Jadi kewenangannya ada di Indonesia Power, kita tidak bisa memastikan. Kita hanya menunggu informasi dari pihak Indonesia Power,”ungkapnya.
Seperti diketahui, dalam menjalankan bisnis pengembangan panas bumi di Kamojang, PT Pertamina Geothermal, menggunakan dua skema bisnis. Yakni skema upsteam project (jual uap) dan skema total project (jual listrik). Dari 5 unit pembangkit yang ada di PLTP Kamojang, unit I,II dan III, menggunakan skema upstream project sementara unit 4 dan 5, pola bisnisnya total project.
Untuk PLTP unit 1-3, PT Pertamina Geothermal menjual uap kepada PT Indonesia Power, anak perusahaan PT PLN (persero). Harga jual uap kepada untuk 3 unit pembangkit tersebut sebesar US$ 6,2 sen. Sementara untuk kegiatan total project unit 4 dan 5, harga jual masing-masing US$ 9,7 sen/kWh dan US$ 9,4 sen/kWh. Jual beli uap dan listrik di PLTP Kamojang, terikat dalam kontrak jangka panjang 30 tahun.
Dengan menjaul uap, maka posisi PLTP sebenarnya berada di pihak lain dalam hal ini pihak Indonesia Power. Tanggungjawab PT PGE, hanya sampai mensuplai uap yang selanjutnya di proses lebih lanjut untuk menghasilkan listrik.
“Saat ini, uap dari unit I dimatikan. Jika memang sudah dilakukan perbaikan, tinggal dihidupkan lagi. Salah satu keunggulan karakteristik panas bumi dari Kamojang, adalah menghasilkan 99% uap. Sehingga setelah shutdown, tidak membutuhkan treatmen tertentu, tinggal dihidupkan begitu saja, sudah bisa berjalan seperti sedia kala,” terang Wawan Darmawan.
Total Kapasitas listrik dari PLTP Kamojang saat ini mencapai 235 MW. Unit 1 berkapasitasnya sebesar 30 MW dengan comercial operation date (COD) pada 1983. Kemudian unit 2 dan 3, masing-masing 55 MW dengan COD pada 1987. Sementara untuk unit 4, kapasitas terpasang sebesar 60 MW dengan COD pada 2008. Untuk unit 5, kapasitas terpasang 35 MW dengan COD pada Juli 2015.