Beranda ENERGI Energi Terbarukan Tidak Ada ”Babat Alas” di Gunung Slamet

Tidak Ada ”Babat Alas” di Gunung Slamet

SAE PresconBanyumas – TAMBANG. PT Sejahtera Alam Energy (PT SAE) tetap akan melakukan eksplorasi dalam rangka pengembangan proyek panas bumi Baturraden. Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTPB) di lereng selatan Gunung Slamet, Jawa Tengah ini diharapkan mampu menghasilkan listrik yang handal tanpa efek gas rumah kaca.

 

Dengan memiliki visi dan misi meningkatkan pertumbuhan ekonomi dalam negeri, untuk kemakmuran masyarakat Indonesia serta mendukung pemerintah dalam memenuhi energi terbarukan yang semakin besar untuk pembangunan Indonesia yang berkelanjutan. PT SAE tidak akan serta merta membabat habis kawasan hutan lindung Gunung Slamet yang berada di wilayah kerjanya.

 

Harapan Bregas Rohadi, Direktur PT SAE mengatakan, pihaknya tidak akan membabat habis hutan lindung yang ada di lereng selatan Gunung Slamet. Pihaknya bekerja sesuai instruksi pemerintah dan mentaati semua peraturan perundang-undangan yang berlaku dan diturunkan melalui izin yang ada.

 

Cakupan wilayah kerja pertambangan PT SAE luasnya 24.800 meter persegi. Lalu saat dikonfirmasi apakah hutannya seluas 24.800 akan di potong semua, dengan tegas Bregas menjawab ”Tidak!”.

 

Bregas saat ditemui di Fakultas Pertanian Unsoed Purwokerto, Senin (24/7/2017) menambahkan yang dimintakan izin melalui Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup adalah 665 hektar.

 

“Untuk izin UKL-UPL itu menjadi satu acuan kita dalam meminta Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) atau izin kehutanan. Oleh Kementerian Kehutanana izin yang diberikan kepada kami adalah 448 hektar, jadi yang 665 tidak berlaku,” katanya.

 

PT SAE memastikan tidak akan memotong habis hutan lindung tersebut, sedang yang akan digunakan untuk eksplorasi adalah tiga lokal pertama, yakni sekitar 45 hektar.

 

PT Sejahtera Alam Energy akan terus mengembangkan proyek panas bumi untuk pertumbuhan tingkat ekonomi khususnya masyarakat di wilayah Jawa Tengah.

 

Terkait dampak lingkungan yang ditimbulkan, PT SAE yakin jika izin yang diberikan pemerintah sudah mempertimbangkan akan dampak kerusakan lingkungan yang ditimbulkan. Pihaknya hanya menggunakan 10 persen dari izin pertambangan yang diberikan.

 

“45 hektar wilayah yang kami mintakan itu, sampai dengan pengembangan panas bumi ini sampai selesai dilakukan yaitu 225 megawatt,” jelas Bregas.

 

Menurutnya, dengan luasan lahan 448 hektare tersebut tidak akan mungkin dibuka semua atau dibabat habis hutan lindungnya. Lahan tersebut baru akan dibuka sambil menunggu hasil eksplorasi dan kewajiban pengembang panas bumi dalam menggunakan IPPKH dalam tahap eksplorasi pengembangan. Pengembang harus mengganti lahan hutan sebesar 2 kali lipat dari hutan yang dipotong.

 

PT SAE harus menghutankan kembali sebesar 900 hektar kalau 448 hektar jika hendak dipakai. ”Untuk apa kita buka gede-gede. Kalau ada lahan eksplorasi kita yang tidak terpakai, ada kewajiban kita untuk mereboisasi. Begitu peraturan yang diamanatkan pemerintah dan harus dijalankan oleh PT SAE,” ujarnya.

 

Terkait aksi demo penolakan PLTPB di lereng Gunung Slamet yang menyebabkan keruhnya air di Sungai Krukut, Cilongok, dia menambahkan PT SAE telah menghentikan pembangunan selama tiga bulan dan melakukan penyaluran air bersih kepada warga terdampak. Selain itu juga membangun pipa air bersih sepanjang 7 kilometer dan memperbaiki metode konstruksi serta penanganannya untuk menghindari bencana yang ada.

 

Sejak terjadinya air mengeruh pada tanggal 9 Januari lalau, seluruh pengerjaan dihentikan. Sebelum Bupati menghentikan, PT SAE sudah menghentikan terlebih dahulu.

 

PT SAE pun langsung membuka posko pengaduan, pekerjaan berhenti selama 3 bulan namun diikuti langkah memperbaiki dan berupaya air yang mengalir di Sungai Krukut jernih kembali.

 

“Semua kami pantau. Hari ini pun kami terus memantau di 3 titik secara periodik bagaimana kondisi Sungai Krukut setiap hari, mulai pagi dan sore sebagai parameter kita,” tutup Bregas.