Jakarta, TAMBANG – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menetapkan, besaran bonus produksi panas bumi di tahun 2017 mencapai Rp 74.000.236.497. Nilai tersebut yang terbesar, apabila dibandingkan dengan bonus produksi yang diterima empat tahun terakhir
Besaran itu tertuang, setelah ESDM melakukan rekonsiliasi bonus produksi panas bumi triwulan IV tahun 2017. Serta menerbitkan Keputusan Menteri ESDM Nomor 158 K/32/DJE/2018 tentang Penetapan Bonus Produksi Panas Bumi Triwulan IV Tahun 2017, dan Besaran Bonus Produksi Panas Bumi Tahun 2017.
“Dari hasil rekonsiliasi yang telah dilakukan, maka kewajiban penyetoran bonus produksi kepada Pemerintah Daerah penghasil energi panas bumi di tahun 2017 adalah sebesar Rp 74 miliar, yang terbesar sejak tahun 2014,” ujar Direktur Panas Bumi, Ditjen EBTKE Kementerian ESDM, Ida Nuryatin Finahari, dalam keterangan resminya, di Jakarta, Rabu (25/4).
Bonus produksi panas bumi tahun 2017 telah disetorkan kepada Pemerintah Daerah (Pemda), di mana Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) di daerahnya sudah berproduksi. Daerah-daerah tersebut adalah Kendal, Banjarnegara, Garut, Bandung, Sukabumi, Bogor, Manado, Tomohon, Minahasa Tenggara, Minahasa Utara, Minahasa, Tapanuli Selatan, Tapanuli Utara, Manggarai, dan Tanggamus.
Hasil perhitungan kewajiban penyetoran bonus produksi selama periode tahun 2014-2017 mencapai Rp 195,5 miliar, dengan rincian berikut ini.
Tahun 2014: Rp 525.362.079
Tahun 2015: Rp 58.701.394.245
Tahun 2016: Rp 62.364.033.806
Tahun 2017: Rp 74.000.236.497.
Penyetoran bonus produksi kepada Pemerintah Daerah, menurut Ida, diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pendapatan daerah.
“Dengan adanya penyetoran bonus produksi kepada Rekening Kas Umum Daerah Penghasil diharapkan terbentuknya program-program peningkatakan kesejahteraan masyarakat, meningkatkan pendapatan asli daerah,” tutur Ida.
Dengan peningkatan pendapatan daerah, imbuh Ida, akan meningkatkan taraf hidup masyarakat. “Peningkatan pendapatan daerah berefek pada peningkatan taraf hidup masyarakat lokal sehingga mewujudkan kondisi yang kondusif antara pengembang panas bumi, pemerintah, dan masyarakat Daerah Penghasil,” pungkasnya.