Jakarta, TAMBANG – Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) RI menemui Presiden Joko Widodo. Dalam pertemuan itu, Lemhanas menyodorkan sejumlah strategi mengenai pengelolaan mineral strategis di Indonesia.
Tenaga Profesional Bidang Sumber Kekayaan Alam Lemhanas, Edi Permadi mengatakan, setidaknya terdapat lima poin utama yang perlu diperhatikan untuk mengembangkan mineral strategis di dalam negeri.
Pertama, kegiatan eksplorasi dan inventarisasi, termasuk integrasi data. Sumber daya dan cadangan mineral di Indonesia perlu dipetakan mana yang menggunakan standar nasional dan mana yang menggunakan standar global. Hal ini akan mempengaruhi tingkat keyakinan sejauh mana life of mine atau umur penambangan.
“Life of mine kita 23 tahun saja, kita perlu mendorong eksplorasi. Sedangkan integrasi data, misalnya untuk emas, itu prosesnya simpel, larinya ke produk perhiasan dan exchange. Kalau tembaga, medium industry tantangannya bagaimana mengarahkan sampai mobil listrik atau mobil hidrogen,” ungkap Edi dalam webinar “Grand Strategy Mineral dan Batubara” yang digelar Asosiasi Profesi Metalurgi Indonesia, Selasa (2/11).
Poin kedua, keselarasan regulasi, implementasi, dan penegakan hukum. Menurut Edi, Pemerintah perlu melakukan sinkronisasi kebijakan dan perizinan terkait industri berbasis mineral dari hulu hingga hilir.
“Soal penegakan hukum, utamanya terkait penambangan tanpa izin. Masalah yang sejak dulu selalu menghantui sektor pertambangan. Selain upaya penertiban yang terus diupayakan, kita juga perlu tahu sejauh mana potensi cadangan yang dikuasai penambang ilegal,” bebernya.
Ketiga, ketersediaan energi murah dan bersih atau green energy. Operasional smelter membutuhkan energi yang besar. Kondisi Indonesia saat ini mengalami ekses listrik di wilayah Jawa dan Bali, namun di luar itu, listrik masih belum mencukupi. Sementara itu, potensi mineral strategis dan smelter di Indonesia umunya berada di luar Jawa dan Bali.
Keempat, pengendalian ekspor. Kelima, penguasaan teknologi. Kata Edi, inovasi dalam pengolahan emas misalnya, dapat dilakukan dengan mengonversi oxide menjadi sulfide menggunakan biotechnology.
“Kemudian, kita review lagi tailing di PT Antam di Pongkor dan PT Freeport Indonesia, termasuk bagaiamna kita mengembangkan pabrik lumpur anoda yang belum ada di Indonesia,” pungkas pria yang juga menjabat sebagai Presiden Direktur PT J Resources Asia Pasifik Tbk itu.