Jakarta, TAMBANG – Teknologi dan digitalisasi memainkan peran krusial dalam meningkatkan keselamatan dan keberlanjutan industri tambang. Hal tersebut misalnya telah dibuktikan oleh PT Adaro Indonesia (AI) dan PT Vale Indonesia Tbk (VALE).
Presiden Direktur Adaro Indonesia, Priyadi menyebut aspek keselamatan merupakan hal yang penting sehingga dibutuhkan komitmen dari seluruh pegawai mulai dari level management hingga pelaksana di lapangan.
“Aspek safety itu memerlukan komitmen dari atas sampai bawah,” ujar Priyadi dalam diskusi bertema unlocking the power of technology to boost safety and sustainability di Jakarta, Rabu (31/1).
Untuk mengimplementasikan komitmen keselamatan itu, Adaro membangun sistem manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) berupa adaro safety environment production (ASEP) pada tahun 2006. Program ini terus dikembangkan dari tahun ke tahun hingga saat ini.
“Safety-nya dulu. Begitu juga perkembangannya dibuatlah Adaro Management System pada era saya dan terus dilanjutkan,” imbuh dia.
Untuk meningkatkan kesadaran pegawai terhadap keselamatan ini Adaro membangun budaya A-Zam alias Adaro Zero Accident Mindset yang memiliki empat pilar yaitu culture, management system, competency dan implementation.
“Budaya a-ZAM target utamanya pekerja dan pengawas melalui berbagai program untuk mengubah pola pikir dan sikap. Setiap orang memiliki peran menjaga diri dan orang lain agar tetap aman,” jelasnya.
Teknologi dan digitalisasi yang dikembangkan di perusahaan batu bara terkemuka ini antara lain Adaro Integrated Mining System (AIMS) dan AdaGo. AIMS adalah sistem digital adaro yang terintegrasi mulai dari kegiatan eksplorasi hingga penjualan di pelabuhan.
“Ada Adaro Integrated Mining System mulai dari eksplorasi, produksi, pengangkutan sampai operasinya di pelabuhan, ini digabungkan. Kita termasuk salah satu yang dipakai role model pelaporan online oleh Ditjen Minerba,” ujar dia.
“AdaGo untuk supporting, ada aplikasi-aplikasi yang dimanfaatkan karyawan baik isi form inspeksi, itu semua ada di sana,” imbuh dia.
Hal serupa dilakukan tambang nikel terintegrasi, VALE. Vice Presiden Direktur VALE, Adriansyah Chaniago menyampaikan budaya safety perusahaannya dituangkan dalam tagline ‘Belajar Bersama’ dengan tujuan meningkatkan kualitas hidup dan membangun masa depan yang lebih baik.
“Budaya safety yang kami tuangkan pada tagline Belajar Bersama. Kita hadir untuk meningkatkan kualitas hidup dan membangun masa depan dengan lebih baik,” ujar Adriansyah dalam kesempatan yang sama.
“Dari sini kami tuangkan menjadi beberapa perilaku utama dengan fokus utamanya keselamatan dan keberlanjutan,” imbuh dia.
Adapun implementasi teknologi untuk aspek keselamatan salah satunya dituangkan dalam analisa risiko secara berkala dengan menggunakan Bowtie. Bowtie adalah metode analisis risiko yang digunakan untuk memvisualisasikan dan menganalisis risiko serta upaya pengendalian risiko dalam situasi tertentu.
Ini menggambarkan peristiwa kecelakaan, kontrol, dan konsekuensinya dengan menggunakan gambaran visual yang menyerupai dasi pita (bowtie). ”Dalam implementasi teknologi untuk aspek keselamatan, semuanya kami coba rangkaikan kepada internal value,” ungkapnya.
Beberapa teknologi yang dipakai VALE dalam operasional misalnya diterapkan pada bus karyawan, light vehicle dan truk tambang. Perangkat yang digunakan misalnya fire sensor dan fire suppression, anti-lock braking system, speed limiter dan fatigue management system.
“Camera utama yang menghadap dan fokus pada area wajah operator untuk memonitor perubahan pose atau gesture pada bagian wajah saat mengalami perubahan yang nantinya akan dideteksi sebagai event,” ujar dia.
Salah satu infrastruktur penunjang keselamatan dan keberlanjutan industri tambang adalah jaringan telekomunikasi. Chief Enterprise Business Officer Xl Axiata, Feby Sallyanto menyebut pihaknya siap bersinergi terkait penyediaan jaringan yang cocok di industri pertambangan seperti jaringan LTE.
“Karena itu kami dari Xl Axiata mencoba bersinergi dengan dunia pertambangan. Dapat sejalan dengan competitive environment yang diterapkan perusahaan tambang. Termasuk terhadap sustainable value,” ucap Feby.
Private LTE yang sudah banyak digunakan oleh perusahaan tambang merupakan infrastruktur jaringan khusus yang digunakan secara eksklusif oleh perusahaan dengan keamanan, privasi, dan kontrol yang ditingkatkan.
“Kita menemukan teknologi yang kita gunakan saat ini untuk masyarakat umumnya berkomunikasi dan kita juga gunakan juga untuk kebutuhan pertambangan yaitu penerapan LTE di dunia tambang,” ucap Feby.
LTE dapat mempermudah dan memperlancar perangkat dan infrastruktur lain yang digunakan dalam operasional tambang seperti pada wearable device, drone, autonomous vehicle, predictive analytics, remote monitoring hingga data optimization and machine learning.
XL Axiata merupakan salah satu provider besar di mana saat ini pihaknya sudah memiliki 58 juta pelanggan di Indonesia. Selain masyarakat umum, industri tambang menjadi target XL Axiata untuk meningkatkan konektivitas di lingkungan kerja remote area ini.
“Dengan adanya digitalisasi, dengan adanya inisiatif menggunakan digital untuk menunjang keselamatan dan sustainable maka peran dari industri lain yaitu komunikasi menjadi cocok,” jelas dia.
“Dulu di indusTri pertambangan, infrastruktur untuk digitaliasinya mungkin sangat minim. Namun, saat ini sudah jauh berbeda. Kami di industri telekomunikasi melihat bahwa industri pertambangan sangat membutuhkan infrastruktur telekomunikasi,” pungkasnya.