Beranda Tambang Today Tantangan Fiskal Batu Bara, Dari Produksi, Ekspor  Hingga Perbedaan Data

Tantangan Fiskal Batu Bara, Dari Produksi, Ekspor  Hingga Perbedaan Data

Jakarta, TAMBANG – Penerimaan negara dari sektor batu bara masih perlu ditingkatkan lagi, baik dari sisi penerimaan pajak dan nonpajak. Hal ini disadari bahwa hingga saat ini, ekspor batu bara menjadi salah satu pilihan untuk meningkatkan penerimaan negara.

 

Sebagai negara produksi batu bara terbesar ketiga dunia, Indonesia ternyata menjadi pengekspor terbesar batu bara dunia. Hal ini disebabkan tingginya kebutuhan Indonesia terhadap penerimaan keuangan negara. Batu bara menjadi salah satu sektor yang ditargetkan penerimaan negara dari pajak dan nonpajak.

 

Hal ini diakui oleh Direktur Sumber Daya Energi, Mineral dan Pertambangan, Bappenas RI, Josaphat Rizal Pramana. Menurutnya, ketika Andrinof Chaniago masih menjabat sebagai Kepala Bappenas RI, sempat bertekad menjaga produksi batu bara agar penggunaan dalam negeri lebih bagus dan meningkat.  Hal tersebut, sempat tertuang dalam RPJMN 2014-2019.

 

“70 persen untuk kepentingan dalam negeri itu ide sewaktu menyusun RPJMN 2014-2019. Kita tidak bisa produksi energi batu bara terus menerus untuk memberikan ke ngara lain. Ternyata dalam perjalanannya kita membutuhkan uang cash,” kata Josaphat, saat diskusi Strategi Pengelolaan Batubara Nasional:Tantangan Fiskal dan Transisi Energi yang digelar Publish What You Pay (PWYP) dan didukung Majalah TAMBANG, di Hotel Aryaduta Jakarta, Kamis (4/10)

 

Karena itu, batu bara menjadi sektor yang ditargetkan untuk penerimaan keuangan negara.  Tercatat,  menurut Direktur Penerimaan Negara Bukan Pajak, Kementerian Keuangan, Mariatul Aini., dengan produksi 400 juta ton batu bara tahun 2017, maka realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) batu bara sebesar Rp23,62 triliun atau 101,24 persen dari target APBN 2018.

 

“Kabarnya tahun 2018 ini, produksi bisa mencapai 500 juta ton. Semua akhirnya diuntungkan, negara bisa mendapatkan penerimaan negara yang bisa memperkecil defisit keuangan. Kita perlu optimalkan penerimaan semua sisi terutama dari ESDM dan perpajakan,” kata Mariatul Aini.

 

Masalahnya, saat ini, masih lemahnya pengasawan penerimaan negara ini. “Dalam artian, pengusaha ity yang menyetor batu bara dengan kualitas rendah, sedang dan tinggi, siapakah yang meyakini apakah pengusaha itu sudah menyetorkan semuanya,” tanya Mariatul.

 

Terlebih menurutnya, belum sinkronnya data yang dimiliki instansi-instansi pemerintah  selama ini. “Sinergi lintas intansi ini sangat perlu kita lakukan untuk mengatasi adanya kecurigaan kebocoran tadi,” tukas Mariatul.

 

Hal tersebut juga sama diyakini oelh Koordinator Divisi Riset Indonesia Corruption Watch (ICW) Firdaus Ilyas. Menurutnya, seperti kasus ekspor beberapa perusahaan yang ditemukan oleh ICW, ditemukan indikasi adanya kecurangan dalam pelaporan yang dilakukan perusahaan ketika melaporkan ekspor ke negara.

 

“Seperti ada ekspor ke India, dimana dilaporkan jumlah batu bara yang di ekspor sebesar 80 ribu ton ternyata dalam invoice nya dari perusahaan kepada pembeli sebesar 88 ribu ton,” kata Firdaus.

 

Begitu juga dengan data neraca batu bara yang tidak sama antar semua lembaga pemerintah. Hal tersebut menurutnya, membuka peluang terjadinya korupsi karena perbedaan data tersebut.

 

ICW mencatat, pada periode 2006 -2012 ada transaksi yang tidak terlaporkan dengan nilai sebesar Rp365 triliun dari Rp1.333 triliun transaksi selama periode tersebut.

 

“Ini persoalan mendasar kita, semua berbeda, kenapa ini bisa terjadi. Kita ini punya ego tidak mau berbagi data, kita punya persoalan dalam korelasi dan koordinasi data,” kata Firdaus.

 

Untuk diketahui, diskusi “Strategi Pengelolaan Batubara Nasional:Tantangan Fiskal dan Transisi Energi” yang digelar Publish What You Pay (PWYP) dan didukung Majalah TAMBANG ini, digelar dalam dua sesi. Pertama, diskusi yang dimoderatori  jurnalis Kompas, Aris Prastyo, menghadirkan Direktur Sumber Daya Energi, Mineral dan Pertambangan Bappenas RI, Josaphat Rizal Primana. Direktur Penerimaan Negara Bukan Pajak Kementerian Keuangan RI, Mariatul Aini, Direktir Ekspor Produk Industri dan Petambangan, Ditjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag), Merry Maryati.

 

Kemudian, Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Batubara Ditjen Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian ESDM, Sri Raharjo. Koordinator Divisi Riset Indonesia Corruption Watch (ICW). Selanjutnya Direktur Eksekutif APBI, Hendra Sinadia. Serta Koordinator Nasional PWYP Indonesia, Maryati Abdullah.

 

Pada sesi kedua, dimoderatori  Adhityani Putri dari National Director Center for Energy Research Asia, menghadirkan Ketua Harian Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI), Associate and Country Coordinator in IISD’S Energy Program.  Kemudian, Almo Pradana, Energy and Climate Manager World Resources Institute (WRI) Indonesia. Serta Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan, Direktorat Jenderal EBTKE Kementerian ESDM, Harris dan  perwakilan Dewan Energi Indonesia.