Jakarta – TAMBANG. Kementerian Perdagangan mengaku menerima banyak keluhan dari pelaku usaha atas rencana penerapan kewajiban penggunaan letter of credit (L/C) untuk ekspor komoditas tertentu. Namun, dipastikan hal ini tak akan menjadi penghalang bagi aturan yang dijadualkan berlaku mulai 1 April 2015.
“Ada banyak perusahaan yang mengajukan keberatan, dari bidang CPO, pertambangan [mineral], batubara, dan migas. Ada 12 perusahaan,” ungkap Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag, Partogi Pangaribuan, saat menggelar paparan media di kantornya, di Jakarta, Selasa (24/3).
Dua perusahaan raksasa disebutkan termasuk dalam daftar pengajuan keberatan, yaitu PT Freeport Indonesia dan PT Pertamina (Persero).
Ia mengakui, keberatan yang disampaikan para pengusaha tersebut sebagai hal yang wajar. Toh memang para pengusaha memiliki hak untuk mengajukan keberatan aturan wajib L/C, yang dituangkan dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 4 Tahun 2015.
“Mereka punya hak, tidak bisa kita marahi juga,” Partogi berujar.
Sebagai respon atas keberatan tersebut, ia menjelaskan bahwa saat ini pihaknya sedang melakukan pembicaraan dengan semua instansi terkait di Kantor Menteri Koordinator Perekonomian. Namun, bukan berarti pemerintah akan mengulur jadual pemberlakuan wajib L/C yang sudah ditetapkan.
“Yang pasti peraturan ini wajib berlaku 1 April,” tegasnya.
Ia menjelaskan bahwa keberatan yang diajukan perusahaan harus dicermati alasannya satu per satu. Sehingga, nantinya tidak menutup kemungkinan ada solusi pengecualian khusus.
“Kita harus menghargai juga. Misalnya untuk kasus Kontrak Karya, jika di dalam kontrak tidak dinyatakan harus pakai L/C. Nah nanti hambatannya di mana, kita akan putuskan di Kantor Menko,” ia menguraikan.
Aturan kewajiban penggunaan L/C sebagai cara pembayaran dikenakan terhadap ekspor komoditas minyak sawit mentah (Crude Palm Oil / CPO), minyak inti sawit mentah (Crude Palm Kernel Oil / CPKO), mineral, batu bara, serta minyak dan gas bumi.
Kebijakan wajib L/C ini sebenarnya bukan hal baru. Pada rezim pemerintahan sebelumnya, melalui Permendag Nomor 10 Tahun 2009 dan Permendag Nomor 57 Tahun 2009 yang diteken Mari Elka Pangestu, kewajiban tersebut sudah diatur. Aturan itu mulai berlaku efektif Agustus 2009, untuk komoditas kakao, karet, kopi, sawit, dan produk pertambangan.
Akan tetapi, pemberlakuan kebijakan itu tak sampai genap setahun. Pada bulan Juni 2010 aturan itu dicabut lewat Permendag Nomor 27 Tahun 2010. Alasannya, aturan tersebut dinilai sudah tidak lagi efektif. Memang keberatan atas kewajiban penggunaan L/C pun sudah banyak dilayangkan ketika itu.
Kali ini, kebijakan wajib L/C kembali dihidupkan pemerintah untuk produk-produk sumber daya alam strategis. Ini merupakan salah satu dari paket kebijakan pemerintahan Joko Widodo, yang diklaim akan memperkuat stabilitas ekonomi nasional.