Pahang, Malaysia –TAMBANG. MALAYSIA menikmati untung dari pelarangan ekspor mineral mentah oleh Pemerintah Indonesia yang berlaku sejak Januari 2014. Sejak pelarangan itu, Cina mengalihkan sumber impor bauksitnya, antara lain dari Malaysia. Di Kuantan, Pahang, wilayah terletak di kawasan pantai timur Semenanjung Malaysia, kegiatan penambangan itu tengah terjadi.
Itulah yang membuat Mohammad Saidi Abdul Samad meradang. Ia menilai, sejak tambang bauksit beroperasi, lingkungan di desanya rusak. Lobang bekas galian bauksit bermunculan. Debu yang berlimpah membuat udara kotor. Tiap kali ia harus bepergian dengan sepeda motor, ia harus menggunakan masker.
Suaranya tenggelam oleh keriuhan alat-alat tambang, dan truk tronton pengangkut tanah hasil tambang. ‘’Hanya dalam tempo kurang dari dua tahun, suasana desa berubah total. Tambang bauksit telah merusaknya,’’ kata Saidi, sebagaimana dikutip Malaysian Insider, hari ini.
Penambang terus menambah ekspor bauksitnya ke Cina. Sejak pelarangan ekspor oleh Indonesia, Malaysia mengekspor 1,27 juta ton bauksit, dari Januari hingga September 2014. Padahal, pada periode yang sama tahun sebelumnya, hanya 105.000 ton.
Kata Saidi, warga desa banyak yang menuduhnya berkongkalikong dengan partai oposisi untuk menggeber isu kerusakan lingkungan. Padahal, katanya, apa yang disampaikan memang nyata. Para penambang menggali hingga kedalaman 10 kaki (sekitar 3 meter), demi mencari bijih bauksit, dan membiarkannya begitu saja. Harga tanah mengandung bijih bauksit itu RM 7-9 (Rp 23.000 – Rp 29.000) per ton.
Anggota Parlemen dari Kuantan, Fauziah Salleh, membantah bahwa dia berkolaborasi dengan Saidi untuk memunculkan isu lingkungan akibat tambang bauksit. Bantahan juga disampaikan Saidi.
‘’Beberapa orang menanyakan saya dibayar berapa untuk mengungkapkan isu tambang bauksit ini. Jujur, saya tidak dapat bayaran apapun. Saya semata-mata peduli terhadap lingkungan. Kalau penggalian bauksit tidak dikontrol, yang akan kena kita semua,’’ katanya.
Saidi, 41 tahun, memiliki tiga anak. Sejak lahir ia tinggal di Kampung Pemuda Datuk Haji Abdul Aziz. Dulu, desanya dikenal bersih, hijau, dan nyaman. Kini, setiap kali keluar rumah, ia harus menggunakan masker rapat. Tak ada lagi kegiatan di luar rumah. Truk besar hilir mudik berbaur dengan lalu lintas warga yang menggunakan sepeda motor atau mobil. ‘’Setiap kali mengantar anak ke sekolah, saya harus berhati-hati. Banyak truk memuat bijih bauksit yang lalu lalang,’’ katanya.
Teriakan Saidi rupanya bergema cukup kencang. Kantor berita milik pemerintah Malaysia, Bernama, melaporkan bahwa pemerintah negara bagian Pahang baru saja melakukan operasi terhadap tambang bauksit. Hasilnya, hanya 11 pemilik izin yang dibolehkan menambang, mengolah, dan mengekspornya.
Anggota parlemen dari Pahang, Fauziah, yang memimpin kelompok lobi Gabungan Menentang Pencemaran Bauksit telah meminta Kementerian Kesehatan untuk mengetes kualitas air di pusat pengolahan air minum Bukit Goh dan Bukit Sagu. ‘’Kementerian Tanah dan Tambang harus lebih bertanggungjawab. Tambang di dekat sungai harus dilarang, karena mengancam kesehatan warga,’’ katanya.
Keterangan foto: alat berat menambang bauksit, merusak perkebunan warga.
Sumber foto: themalaysiainsider.com