Jakarta-TAMBANG– Dalam beberapa tahun terakhir PT Pertamina (Persero) telah melakukan ekspansi ke luar negeri. Badan Usaha Milik Negara di sektor energi ini lalu membentuk PT Pertamina Internasional Eksplorasi dan Produksi (PIEP) untuk mengelola ladang-ladang minyak dan gas bumi di luar negeri hasil akuisisi. Tujuannya tidak lain memperkokoh ketahanan energi nasional. Marwan Batubara, Direktur Indonesia Resources Studies (IRESS), mengatakan cadangan minyak Indonesia saat ini sangat terbatas sehingga perlu ada kebijakan untuk menambah cadangan minyak salah satunya melalui akuisisi atau merger ladang-ladang migas di luar negeri.
“Dengan ekspansi, ke depan produksi minyak Pertamina bakal meningkat. Ini juga secara tidak langsung akan membantu menjaga ketahanan energi nasional,” ujar Marwan.
Indonesia menjadi net importer minyak sejak 2003 hingga saat ini. Defisit semakin membesar karena sepanjang 2015 tingkat konsumsi mencapai 1,500 juta barrel oil per day (BOPD) sedangkan produksi hanya 825 ribu BOPD, belum cost recovery dan profit sharing.
Komaidi Notonegoro, Deputi Direktur ReforMiner Institute, setuju dengan ekspansi ke luar negeri karena cadangan migas di dalam negeri semakin menipis. Bila hanya bergantung pada cadangan di dalam negeri dan yang beroperasi hal ini tidak menguntungkan. “Ekspansi hulu migas harus dilakukan untuk mengamankan kebutuhan energi Indonesia,” ujar Komaidi.
Dia mendorong agar Pertamina tidak hanya melakukan akuisisi dengan membeli saham pada ladang migas yang sudah ada, tapi juga melakukan kegiatan eksplorasi. Pola yang dipakai perseroan terhadap blok migas di luar negeri lebih pada pembelian saham dari pemiliknya. “Pola yang dipakai sampai sejauh ini ya itu. Tapi itu juga ada latar belakangnya karena untuk meminimalkan risiko. Kalau investasi dari awal terus gagal menemukan cadangan, risikonya jauh lebih tinggi,” katanya.
Marwan menambahkan, untuk mengurangi gap antara produksi dan kebutuhan migas Indonesia saat ini dan masa yang akan datang, Indonesia memerlukan pasokan minyak dari luar negeri. Karena itu, adanya wilayah kerja Pertamina di luar negeri diharapkan menambah cadangan dan produksi Indonesia dari luar negeri.
Namun Marwan mengingatkan, yang harus dilakukan tentu saja harus menyasar lapangan-lapangan yang sudah masuk dalam tahapan eksploitasi dan bukan di lapangan-lapangan eksplorasi. Selain itu ke depan bila Pertamina hendak melakukan ekspansi harus membuat perhitungan secara matang. “Jangan sampai membeli lapangan yang lebih mahal sehingga berpotensi menimbulkan kerugian,” katanya.
Wianda Pusponegoro, Vice President Corporate Communication Pertamina, mengatakan PIEP disiapkan oleh Pertamina untuk mengelola aset-aset hulu milik Pertamina di luar negeri, sebagai bagian dari ketahanan dan kemandirian energi nasional. PIEP saat ini mengelola tiga ladang migas di Aljazair, Irak, dan Malaysia.
“Kami sebagai operator di Blok MLN Aljazair, kami yang jalankan operasinya. Ke depan semua kegiatan eksplorasi akan dapat di-lead oleh Pertamina,” ujarnya.
Tahun ini, PT Pertamina Drilling Service Indonesia (PDSI), anak usaha Pertamina di sektor pengeboran, akan mengirimkan rig ke Aljazair untuk mendukung implementasi RDP 2015, pemboran 20 sumur, dan workover 16 sumur.
Slamet Riadhy, Direktur Utama PIEP, menambahkan minyak Pertamina dari operasi internasional diutamakan untuk masuk ke kilang Pertamina. Dari operasi internasional sepanjang 2015 mencapai 19 kali pengapalan dengan volume 11,6 juta barel. Sebagian besar minyak masuk ke kilang pengolahan Balikpapan, Kalimantan Timur dan kilang pengolahan Cilacap, Jawa Tengah.
“Pada tahun-tahun mendatang jumlah minyak tersebut akan terus meningkat seiring dengan kenaikan produksi dari operasi internasional Pertamina,” katanya.
Menurut Slamet, sebagian minyak yang secara operasional harus dijual ke pasar internasional pada saat jadwal pengapalan minyak tidak sesuai dengan jadwal dan spesifikasi minyak yang diperlukan oleh kilang Pertamina.