Jakarta,TAMBANG,-PT Titan Infra Sejahtera (TIS) berencana melantai di bursa. Initial Public Offering (IPO) atau penawaran saham perdana itu bakal berlangsung pada 2025 mendatang. Sebagai informasi, TIS adalah perusahaan penyedia jasa infrastruktur yang beroperasi di Provinsi Sumatera Selatan.
Perusahaan ini mempunyai dua anak usaha, yakni PT Servo Lintas Raya (SLR) dan PT Swarnadwipa Dermaga Jaya (SDJ). SLR mengoperasikan 118 KM jalan hauling sedangkan SDJ mengoperasikan pelabuhan di Sungai Musi untuk mengapalkan komoditas yang diangkut.
Menurut Presiden Direktur PT SLR/ PT SDJ Victor B. Tanuadji, pilihan meng-IPO-kan TIS berdasarkan pertimbangan bahwa inti bisnis di bidang infrakstruktur lebih bisa “mendekati” kepentingan investor yang peduli dengan isu lingkungan. “Ini memang infrastruktur saja, tidak ada tambang di dalam TIS,” terang Victor.
Victor yakin, saham TIS akan diterima pasar. Sebagai gambaran EBITDA (earning before interest, tax, depreciation, and amortization), istilah umum untuk menggambarkan performa keuangan sebuah perusahaan, tahun lalu TIS mencatatkan EBITDA sebesar US 100 juta. “Tahun ini kami optimis angka itu akan bertambah,” timpal Suryo Suwignjo, Direktur Operasi PT Titan Infra Energy, holding TIS.
Lebih jauh Suryo menjelaskan, revenue atau pendapatan TIS berkait langsung dengan seberapa besar komoditi utama yang diangkut yaitu batubara melewati jalan hauling SLR dan yang dikapalkan SDJ. Tahun ini, misalnya, besaran batubara yang lewat dan dikapalkan TIS sebanyak 21 juta ton, meningkat sekitar 15 persen dari tahun 2023 yang sebesar 18 juta ton. Dan tahun depan diperkirakan menjadi 27 juta ton.
Menariknya, menurut Victor sejak tahun ini, PT Bukit Asam Tbk, mulai mengirimkan batu bara yang diproduksi ditambangnya melalui jalur dan pelabuhan batubara TIS. Tentu ini membawa angin segar bagi perusahaan. Victor meyakini, batubara Bukit Asam yang melewati jalan TIS dari tahun ke tahun akan terus bertambah. Apalagi di tengah harga batubara yang relatif stabil di harga USD 125 per ton.
Untuk mengantisipasi terjadi bottle neck, penyumbatan di jalur lalu lintas, akibat lonjakan angkut dan pengapalan itu, tahun ini TIS sudah menambah jumlah pelabuhan dari 2 menjadi 3 pelabuhan dengan 5 konveyor. Rencananya, tahun depan akan menambah 1 konveyor lagi.
Victor optimistis masa depan perusahaannya cemerlang di masa mendatang. Dia menjelaskan, Indonesia sebagai negara produsen dan eksportir utama batubara termal di dunia, saat ini pasokan batubara didominasi tambang-tambang yang ada di Kalimantan. “Masalahnya, biaya stripping atau pengedukan batubara di Kalimantan sudah semakin mahal lantaran usia penambangan yang sudah cukup lama. Dengan biaya pengedukan yang kian mahal, harga menjadi tidak kompetitif. Ruang inilah yang menjadi masa depan kami.” ucap Victor.
Optimisme Victor itu tidak berlebihan. Fakta menunjukkan, saat ini Sumatera adalah penghasil batubara terbesar ke dua di Indonesia. Dan Sumatera Selatan, di mana operasi TIS berada, adalah penyumbang terbesar dari produksi batubara di Sumatera.
Cadangan batubara di Sumatera Selatan tercatat sebanyak 9,3 miliar ton. Jumlah ini 25% dari cadangan batubara nasional yang mencapai 37,6 miliar ton. Konsentrasi tambang batubara di Sumatera Selatan berada di tiga wilayah kabupaten, yakni Muara Enim, Lahat, dan Ogan Komering Ulu. Di Muara Enim saja setidaknya ada 29 izin usaha pertambangan yang keluarkan pemerintah.
Tahun ini, Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Sumatera Selatan menargetkan produksi batubara mencapai 131 juta ton.
Angka-angka itulah masa depan TIS. Ketika lumbung batubara di Kalimantan mulai menipis dan biaya produksi makin mahal, tak pelak batubara Sumatera Selatan akan dilirik pembeli. Lantas, berapa besar TIS akan melepas sahamnya ke publik, “Sesuai aturan bursa minimal kami akan melepas saham sebesar 10 persen,”pungkas Suryo.