Jakarta-TAMBANG. Ketenagalistrikan menjadi salah satu infrastruktur penting dewasa ini. Sebagian besar aktivitas manusia terkait dengan listrik. Berangkat dari itu Accenture yang merupakan perusahaan jasa profesional global terkemuka, yang menyediakan berbagai layanan dan solusi di bidang strategi, konsultasi, digital, teknologi dan operasi lakukan survey.Dalam survei tahunan ke-tujuh ini dengan tema The New Energy Consumer: Thriving in the Energy Ecosystem. Survey ini melibatkan sekitar 10.000 responden di 17 negara.
Dari survey ini kemudian disimpulkan beberapa hal diantaranya terkait dengan peran generasi millennial atau yang dikenal dengan generasi Y dalan perkembangan di sektor ketenagalistrikan. Sebagaimana diketauhi generasi millennial tidak lain mereka yang lahir antara 1982-an sampai 2000-an.
Hasil survei Accenture menunjukkan bahwa generasi millennial mempunyai peran dalam menentukan tren penggunaan produk energi di tengah kompetisi usaha yang ketat diantara para penyedia produk dan jasa hasil energi. Gaya hidup yang sangat dinamis, penuh dengan tuntutan serta tingkat mobilitas tinggi telah membentuk karakter generasi millennial untuk selalu menginginkan produk dan layanan terbaik ketika berinteraksi dengan suatu brand.
Temuan utama dari penelitian Accenture ada tuntutan dari generasi millennial bahwa konsumen dengan standar yang lebih tinggi terkait produk dan jasa yang bersumber dari energi. Oleh karenanya ada keyakinan bahwa generasi millennial adalah kelompok yang akan menentukan tren penggunaan energi di masa mendatang.
Generasi millennial akan selalu ingin menjadi yang terdepan dalam penggunaan produk dan layanan energi terbaru. Survei Accenture menemukan bahwa 24% responden generasi millennial di negara-negara yang sedang bertumbuh (emerging countries) dapat diklasifikasikan sebagai pengadopsi awal (early adopters), dibandingkan dengan 17% dari kelompok usia 35-54 tahun dan 7% dari kelompok usia 55 tahun ke atas.
Selain itu, 22% dari generasi millennial ingin selalu mencoba teknologi terkini, lebih tinggi bila dibandingkan dengan kelompok usia lainnya (15% dari kelompok usia 35-54 tahun dan 6% dari kelompok usia 55 ke atas.
Di negara-negara dengan peraturan pasar yang kuat (regulated market) konsumen lebih memilih penyedia energi yang menyediakan berbagai produk dan layanan untuk mengoptimalkan penggunaan energi. Sebagai contoh, kelompok millennial cenderung cepat memahami dan mempertimbangkan produk dan layanan dari sumber energi yang terdistribusikan (distributed energy resources), setelah memperoleh informasi terkait, yaitu sebesar 87% ketimbang persentase konsumen kelompok usia 55 tahun ke atas (60%).
Selain itu, hampir 80% (ketimbang 62% responden berusia 55 tahun ke atas) dari generasi millennial mengatakan bahwa mereka akan lebih puas ketika ditawarkan layanan monitoring dan asisten digital di rumah yang dapat memberikan produk dan layanan baru yang sesuai. Terkait dengan pengelolaan energi untuk kebutuhan rumah, 61% responden cenderung untuk menggunakan aplikasi yang mampu memantau penggunaan energi dari jarak jauh dalam 5 tahun ke depan, dibandingkan dengan 36% responden usia 55 ke atas.
Bandingkan dengan responden yang berusia 55 tahun ke atas yang tertarik dengan tawaran monitoring tersebut hanya 65%.
Selain itu, 56% dari generasi millennial atau dua kali lebih banyak dari kelompok usia 55 ke atas, cenderung untuk berlangganan energi berbasis panel surya dalam lima tahun ke depan. Namun, para penyedia produk dan layanan di negara yang sedang bertumbuh perlu mempertimbangkan bahwa mayoritas konsumen (90%) di negara berkembang masih memerlukan pengiriman energi yang terpercaya (pemadaman berkurang) serta sistem penagihan yang akurat.
Oleh karenanya Fuad Lalean, Managing Director, Resources Utility and Mining, Accenture Indonesia dapat memanfaatkan temuan tentang peran kelompok millennial dalam menentukan trend konsumsi energi ke depan. “Perusahaan penyedia energi harus dapat memanfaatkan temuan tentang millennial ini untuk memahami dan menciptakan nilai bagi produk dan layanannya, karena preferensi dan perilaku konsumen mengubah lanskap pasar dengan sangat cepat. Penyedia energi yang sukses akan selalu menempatkan proses desain di tengah-tengah bisnis mereka dan menjadikan pelanggan dan operasi ritel sebagai aset yang strategis,” ucap Fuad Lalean.
Hasil survei juga menunjukkan bahwa generasi millennial memberikan peluang bisnis yang besar bagi para penyedia energi dikarenakan pengaruh mereka yang semakin kuat di pasar ketimbang konsumen dari kelompok umur lainnya. Sebagai contoh, 41% dari generasi millennial berinteraksi lebih sering dengan penyedia energi menggunakan media sosial, dan mereka juga akan lebih puas jika mereka bisa masuk ke portal penyedia layanan energi melalui media sosial.
Selain itu, survei juga menunjukkan bahwa penawaran nilai baru sangatlah menarik bagi millennial. Sebanyak 77% generasi millennial lebih tertarik dengan pasar online yang dipersonalisasi, untuk memilih dan membeli produk dan layanan terkait energi. Kelompok millennial juga memiliki ekspektasi tinggi terhadap inovasi produk dan layanan hasil pengolahan energi.
Hampir 1/3 generasi millennial dapat tertarik untuk menggunakan solusi rumah otomatis (automated home solution) dan bersedia mengeluarkan biaya untuk menggunakan layanan tersebut. Dengan adanya tren teknologi digital, millennial pun sangat aktif menggunakan media sosial dan media online untuk berinteraksi dengan brand pilihan mereka. Dari hasil survey di negara bertumbuh, 83% dari generasi milennial tidak akan tertarik menggunakan produk dan layanan jika para penyedia tidak mampu memberikan pengalaman terbaik bagi mereka.
“Di banyak negara bertumbuh dengan peraturan pasar yang kuat, konsumen masih menerima tagihan dalam bentuk kertas (hardcopy) yang dikirimkan melalui surat (60%), hanya 19% dan 2% menerima tagihan melalui email dan aplikasi mobile. Dalam hal pembayaran, lebih dari 80% konsumen lebih memilih untuk memiliki pilihan lain yang bervariasi dalam sistem pembayaran mereka. Mereka lebih memilih saluran digital untuk membayar tagihan (45%), menginformasikan perubahan alamat (31%) dan berlangganan produk dan layanan energi (25%), tanpa harus datang ke kantor penyedia layanan energi.
Hal ini menandakan bahwa layanan yang ada masih belum sejalan dengan perkembangan teknologi yang semakin pesat.” tambah Fuad. Oleh karena itu, Accenture menyarankan agar penyedia layanan energi harus bergerak cepat untuk menyusun transformasi bisnis mereka, membangun kemampuan, menjemput peluang, meraih dan terus berinovasi untuk menggunakan digitalisasi, otomatisasi dan operasi beragam.