Jakarta-TAMBANG. Pemerintah tetap konsisten dalam mendorong hilirisasi mineral. Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Bambang Gatot Aryono mengatakan kewajiban membangun smelter dapat memberikan manfaat dan nilai tambah yang optimal bagi industri dalam negeri.
“Konsistensi pemerintah dalam menerapkan program hilirisasi melalui kewajiban membangun smelter patut didukung karena akan membawa perubahan mendasar pada manfaat yang akan timbul dalam jangka panjang secara berkesinambungan,”demikian Gatot yang menjadi Pembicara dalam Seminar “Indonesia Mining Conference” yang diselenggarakan Majalah TAMBANG bekerja sama dengan Inke Maris& Associates.
Untuk itu hal yang penting dilakukan adalah konsistensi kebijakan dan juga sinergis setiap elemen antara lain, sisi regulasi, investasi, maupun sinkronisasi sektor hulu hilir pada pertambangan.
Ia pun mengakui bahwa dalam merealisasikan hilirisasi tambang ini seharunya tidak semua dibebankan pengusaha. Kerja sama antara pemerintah dan pihak swasta dibutuhkan agar kegiatan hilirisasi ini tetap ekonomis dan kompetitif.
Kewajiban membangun smelter menyebabkan pola bisnis berubah, dari sebelumnya eksplorasi, produksi dan pengangkutan, menjadi, eksplorasi, pengolahan dan pemurnian kemudian baru pengangkutan.
Diketahui, menurut data Kementerian ESDM ada enam fasilitas pengolahan dan pemurnian bijih mineral yang mulai beroperasi 2015. Kemudian tiga smelter beroperasi pada 2016. Ada enam smelter nikel yang sudah beroperasi 2015 dan menurut rencana,2016 akan menyusul tiga smelter.
Kapasitas smelter nikel di tahun 2015 sekitar 524.000 ton dan 767.000 ton di tahun 2016. Smelter bauksit diperkirakan akan beroperasi tahun depan, dengan kapasitas sebesar 4 juta ton per tahun. Secara keseluruhan, saat ini ada 72 smelter yang dalam tahap penyelesaian, terdiri atas smelter nikel (35), bauksit (7), besi (8), zircon (11), timbal dan seng (4) serta kaolin-ziolit.