Jakarta-TAMBANG. Bagi dunia pertambangan Indonesia nama Soetaryo Sigit bukanlah nama yang asing. Soetaryo dikenal sebagai salah satu tokoh terkemuka di sektor pertambangan Indonesia. Ia meninggal pada tahun 2014. Meski telah tiada, pemikiran dan hasil karyanya tetap ada. Salah satunya lewat buku biografi yang baru saja dirilis.
Terkait dengan sosok Soetaryo Sigit, Prof. Dr Soebroto, Mantan Menteri Pertambangan dan Energi di era Pemerintahan Soeharto punya kesan tersendiri.
Soebroto ketika menjadi Keynote Speech peluncuran buku Biografi Soetaryo Sigit, “Membangun Pertambangan Untuk Kemakmuran Indonesia” mendeskripsikan sosok geologi yang satu ini dalam tiga ungkapan.
“Kalau disuruh untuk mendeskripsikan orang ini maka dapat saya katakan Dia adalah seorang digdaya, Seorang Sakti dan Seorang Mondro guno,”katanya.
Subroto lalu menjelaskan makna dari ketiga gelar tersebut. Dia seorang digdaya karena kepribadiannya yang tidak kenal menyerah, tahan banting dan siap mengambil risiko. Kemudian disebut sebagai seorang sakti karena Ia merupaka pribadi yang memiliki kharisma dan kepribadian yang memikat. Sementara disebut sebagai seorang mandraguno karena orang ini sangat bijaksana dan sangat ekspertise dengan bidang yang digelutinya.
“Oleh karenanya bagi orang-orang muda yang berkecimpung di dunia pertambangan, sosok Soetaryo menjadi orang yang layak dijadikan contoh dan panutan,”ujarnya.
Sosok Soetaryo Sigit sebenarnya merupakan salah satu tokoh penting dalam sejarah pertambangan di Indonesia. Pria kelahiran tahun 1929 ini yang telah meyakinkan Presiden Soekarno akan potensi besar sektor pertambangan mineral dan batu bara di Indonesia. Ia juga menjadi sosok yang mencetuskan system kontrak karya pada tahun 1967 dan kemudian melahirkan Perjanjian Kerjasama Pengusahaan Pertambangan batu bara untuk sektor batu bara.
Ia juga yang terlibat dalam ekspedisi Cendrawasi dan berhasil memancang bendera Merah putih di puncak Sukarno (Jaya Wijaya). Soetaryo pernah menjabat sebagai Direktur Jenderal Pertambangan Umum, Departemen Pertambangan dan Energi. Oleh karena wawasannya yang sangat luas tentang pertambangan Ia dijuluki “Kamus Hidup Industri Mineral Indonesia dalam 50 tahun terakhir,”.
Baginya perkembangan dan kemajuan sektor pertambangan di suatu negara tidak ditentukan semata oleh potensi sumber daya mineralnya tetapi lebih banyak bergantung pada kebijakan pemerintah yang berkuasa dalam menciptakan usaha yang diperlukan.