Beranda blog Soal SDM Pertambangan, Menteri Jonan Seperti Bangun Kesiangan

Soal SDM Pertambangan, Menteri Jonan Seperti Bangun Kesiangan

Opini oleh Direktur Center for Indonesian Resources Strategic Studies, Budi Santoso.

 

Menanggapi pernyataan Menteri ESDM Bapak Ignasius Jonan berkaitan dengan pelantikan Kepala Bagian Umum dan Hukum Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (PSDM) ESDM, “PSDM ESDM bangun lima kampus mulai tahun depan, karena kita sudah lama tidak berusaha kembangkan SDM di pertambangan”.

 

Pernyataan tersebut ibaratnya Menteri Jonan, seperti bangun kesiangan dan mencoba menjadi pahlawan. Seolah-olah menjadi kecenderungan pejabat saat ini untuk menunjukan dirinya lebih baik, perlu merendahkan bangsanya sendiri (mungkin niatnya sebagai koreksi), dan ini diulang‐ulang terutama ketika dikaitkan untuk mendukung kebijakannya, ini juga terjadi pada menteri sebelumnya ketika akan mepromosikan asing, selalu mengaitkan dengan rendahnya kualitas sumberdaya manusia nasional. Pernyataan‐pernyataan pejabat yang cenderung merendahkan bangsa sendiri justru mengesankan pejabat tersebut memiliki mental inferior, karena tidak kompeten atau refleksi tidak mampu, bahkan terkesan “buruk muka cermin dibelah”.

 

Karut-marut kebijakan di lingkungan ESDM sebenarnya bukan karena masalah SDM tetapi masalah manajemen yang tidak punya visi dan menempatkan orang (yang salah) di tempat yang salah, bisa disebut “incompetent by system”, karena tidak semua bidang “anybody can do”, dan tentunya bidang tersebut memerlukan pengalaman, pengetahuan dan konsitensi terhadap substansi yang dikelola.

Menteri ESDM Ignasius Jonan saat Mencoba Motor BBM

Orang yang memiliki background yang bebada, tidak serta merta dapat mengikuti dan bisa tepat guna. Industri pertambangan dan pendidikan pertambangan di Indonesia sudah berjalan puluhan tahun, dan sekarang sudah banyak perguruan tinggi dan diploma yang membuka jurusan teknik pertambangan serta geologi. Secara individu, banyak tenaga ahli Indonesia yang memiliki kualifikasi yang setara secara internasional. Perusahaan-perusahaan besar pertambangan dan energi di Indonesia sudah banyak yang ditangani oleh tenaga ahli nasional, dan juga tenaga ahli Indonesia banyak yang menjadi konsultan di luar negeri (Australia, Kanada dan Amerika).

 

Saat ini, Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (PERHAPI) dan Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) sudah membuat kode Komite Cadangan Mineral Indonesia (KCMI), untuk melakukan estimasi sumber daya dan cadangan yang setara dengan negara‐negara maju lainnya, dan KCMI sudah menjadi anggota Committee for Mineral Reserves Internartiona Reporting Standars (CRIRSCO), yang berarti tenaga ahli pertambangan dan geologi Indonesia (PERHAPI dan IAGI) setara dengan tenaga ahli di 11 negara anggota CRIRSCO tersebut (Australia, Brazil, Canada, Chile, Colombia, Europe, India, Indonesia, Kazakhstan, Mongolia, Russia, South Africa, Turkey, USA).

 

Bagi orang yang tidak memahami industri pertambangan adalah “abstrak”, dan ini yang berbeda dengan industri “perhubungan atau transportasi” yang lebih ke arah manajemen. Industri pertambangan adalah industri yang tidak cuma menuntut kompetensi (ilmu, pengetahuan, teknologi dan keterampilan), tetapi juga integritas (etika) karena rawan terhadap penyimpangan.

 

Kekayaan mineral dan minyak yang diklaim sebagai kekayaan negara hanya bernilai ketika sudah ditemukan, memiliki manfaat setelah dikelola dengan benar dan bisa menyejahterakan dan memakmurkan apabila memenuhi kriteria ekonomis.

 

Industri tambang tidak cuma masalah manajemen tetapi memerlukan komitmen jangka panjang dan konsistensi, karena menemukan sumber daya dan cadangan mineral ibaratnya mencari jarum dalam jerami dan memerlukan waktu yang lama, dan biaya yang tidak sedikit (potensi tidak kembali). Inilah kenapa tenaga ahli pertambangan dan geologi tidak sekadar orang yang hanya bisa menggali dan menjual, tetapi juga dapat menemukan dan menjadikan manfaat ekonomi. Tidak ada tambang tanpa bisa menemukan sumber daya.

 

Rencana ESDM yang akan membangun 5 Kampus untuk PPSDM tahun depan, adalah mengulang kekagagalan masa lalu, di mana Pemerintah sebelumnya pernah mendirikan pendidikan khusus di ESDM yang akhirnya ditutup. Sebaiknya dana yang tersedia dipergunakan untuk merevitalisasi program studi pertambangan dan geologi yang sudah ada (bahkan sudah dianggap kelebihan antara nisbah kesempatan kerja dan jumlah lulusan yang ada), dan bekerjasama dengan asosiasi profesi yang ada.

 

Era pengembangan SDM dan profesionalisme ke depan adalah era “self regulated” di mana dinamika tuntutan industri dan kemajuan teknologi yang dinamis dikelola oleh asosiasi profesi dan keterlibatan Pemerintah menjadi berkurang. Sebaiknya Pemerintah lebih mengarah kepada menyiapkan kebijakan yang akan menjadi “lahan subur” untuk tumbuh dan berkembang bagi profesional Indonesia dengan menghilangkan aturan‐aturan (konsep sertifikasi) yang tumpang tindih, yang diterapkan pada tenaga ahli dan profesional nasional.

 

Tanpa pretense yang buruk, ketika pengangkatan Kepala Bagian tersebut dari Tentara Nasional Indonesia (TNI), sangat tidak tepat kalau peningkatan SDM di ESDM memerlukan seseorang tentara karena akan cacat konsep dan cacat pikir kalau tenaga ahli di bidang pertambangan dan energi dianggap sebagai tentara.