Jakarta, TAMBANG – Komoditas mineral lain yang santer bakal dilarang ekspor pada tahun ini adalah timah. Terkait hal tersebut, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif meminta para pelaku industri mengolah timah menjadi produk lebih hilir seperti tin solder, bukan ingot lagi.
“Timah itu kan kebanyakan udah jadi, yang belum ada itu kan kaya tin soldernya, ini yang harus menjadi perhatian industrialis timah untuk bisa olah turunannya lebih lanjut,” ujar Arifin saat ditemui di Gedung ESDM, Jumat (5/5).
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, pada pasal 170 A dijelaskan bahwa Perusahaan hanya boleh mengekspor produk mineral tertentu yang belum dimurnikan dalam jumlah tertentu dalam jangka waktu paling lama 3 tahun sejak UU ini mulai berlaku.
Artinya, pada 10 Juni 2023 mendatang ekspor produk tambang yang belum dimurnikan akan dihentikan termasuk timah.
Sejauh ini, timah memang sudah dimurnikan hingga 99,99 persen menjadi timah ingot atau timah batangan. Namun demikian, timah batangan tersebut nyatanya masih bisa diolah lebih hilir lagi menjadi produk seperti tin solder, tin plate, tin chemical dan sebagainya.
Meski begitu, terkait apakah timah akan dilarang ekspor pada tahun ini, Arifin belum bisa memastikan lebih jauh.
“Itu tergantung daripada nanti bagaimana persiapannya, masih kita monitor terus,” ujarnya.
Saat masih menjabat sebagai Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM, Ridwan Djamaluddin menyebut kebijakan ini bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah dari produk timah yang lebih hilir lagi seperti tin solder, tin chemical dan tin plate.
“Penggunaan logam timah memang bermacam-macam, mulai dari tin chemical, tins plate dan tin solder dan lain-lain. Inilah yang menurut hemat kami yang dimaksud hilirisasi, mengubah dari balok timah yang saat ini kita ekspor menjadi produk-produk ini,” katanya dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi VII DPR, awal Januari lalu.