Jakarta, TAMBANG – Gubernur Kalimantan Timur, Isran Noor menyebut bahwa salah satu faktor penyebab banyak penambang ilegal di wilayahnya imbas dari pemberlakuan Undang-Undang Nomor 3 tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
Hal ini dia sampaikan saat mengikuti Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan komisi VII DPR RI bersama Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) di Jakarta, Senin (11/4).
“Kasus tambang ilegal setelah UU nomor 30 2020 ini sangat luar biasa. Belum ada izin saja sudah ditambang,” jelas Isran, dikutip selasa (12/4).
Dalam rapat yang dipimpin ketua Panja Ilegal Mining Eddy Soeparno ini, Isran menyampaikan banyak kerugian yang menimpa daerahnya tersebut, seperti pencemaran lingkungan dan kerusakan infrastruktur.
Menurutnya, hampir semua jalan negara, provinsi, kabupaten dan kota mengalami kerusakan. Hal ini karena jalan-jalan tersebut sering dilewati kendaraan berat pengangkut batu bara.
“Maraknya tambang ilegal telah menyebabkan lingkungan, dan infrastruktur rusak. Dana bagi hasil yang kembali ke daerah pun tidak cukup untuk memperbaiki kerusakan-kerusakan itu,” beber Isran.
Sebagai kepala daerah, dia pun tidak bisa berbuat apa-apa lantaran semua kebijakan termasuk ihwal pengawasan, sudah ditarik ke pusat. Ia pun berharap, mekanisme perizinan tambang bisa terintegrasi dengan pimpinan daerah, termasuk dalam hal pengawasan.
“Saat ada perubahan UU 23 tahun 2014, masih lumayan karena provinsi masih memiliki porsi pengawasan. Tapi, UU ini terbit semuanya selesai,” jelasnya.
Sebagaimana diketahui, selain Gubernur Kaltim, RDP juga turut dihadiri Gubernur Bangka Belitung, Gubernur Sumatera Selatan, Gubernur Jawa Barat, Gubernur Kalimantan Barat, Gubernur KaIimantan Selatan, Gubernur Kalimantan Tengah, Gubernur Kalimantan Utara dan Gubernur Sulawesi Utara.
Dalam sidang tersebut, mayoritas gubernur berharap mekanisme pengawasan dikembalikan lagi ke daerah. Hal ini karena para pengangsir selalu beralasan bahwa Pemda tidak memiliki kapasitas untuk menindak lantaran semua kendali sudah ada di pemerintah pusat.