JAKARTA, TAMBANG- Pasca ditetapkannya larangan ekspor batu bara oleh pemerintah akhir Desember lalu, sejumlah perusahaan tambang turut buka suara. Pernyataan-pernyataan mereka disampaikan melalui kanal Keterbukaan Informasi di Bursa Efek Indonesia.
Di antara perusahaan-perusahaan itu ada yang tidak terdampak dan ada juga yang merasa terdampak, seperti dialami oleh PT Indika Energi (INDY) dan PT Golden Energy Mines (GEMS).
Indy, perusahaan tambang milik Indika Grup ini cukup dijengkelkan dengan aturan tersebut. Indy mengklaim larangan ekspor batu bara dapat berdampak terhadap kinerja keuangannya, meski hanya berlaku sementara.
“Larangan ekspor ini dapat memberikan dampak terhadap hilangnya pendapatan dari penjualan batu bara dan kerugian lainnya (seperti demurrage, pembatalan tongkang dan kapal serta pinalti). Saat ini Perseroan masih melakukan penelaahan terhadap materialitas dan rincian dampak larangan ekspor batubara tersebut terhadap kinerja keuangan Perseroan,” kata Sekretaris Perusahaan, Edi Pramono, dikutip dari keterbukaan informasi, Kamis (6/1).
Larangan ekspor batubara, kata Edi akan memberikan dampak material kepada perseroan, terutama untuk anak-anak perusahaannya yang memiliki kegiatan usaha utama di bidang batu bara. Dampak material tersebut akan sangat tergantung dari berapa lama larangan ekspor tersebut diberlakukan.
Meski begitu, pihaknya akan tetap mematuhi ketentuan anyar ini dan tetap memenuhi kebutuhan batu bara dalam negeri. Selain itu, perseroan juga akan terus memantau perkembangan dari kebijakan larangan ekspor tersebut terhadap kinerja-kinerja perseroan lainnya.
“Sampai saat ini kami masih melakukan penelaahan atas dampak larangan tersebut terhadap kinerja keuangan, kegiatan operasional, permasalahan hukum dan kelangsungan usaha Perseroan dan/atau Entitas Anak Perseroan,” katanya.
“Kami akan tetap patuh terhadap ketentuan larangan ekspor batu bara tersebut untuk memenuhi pasokan dalam negeri (Domestic Market Obligation – DMO),” ujarnya.
Menurutnya, larangan ekspor ini juga akan berpotensi menimbulkan wanprestasi atas kontrak dengan pelanggan, pemasok, dan/atau pihak terkait lainnya, tergantung dari berapa lama larangan ekspor batubara diberlakukan.
Karena itu, perseroan kata Edi, tengah melakukan langkah-langkah strategis untuk menghadapi kemungkinan-kemungkinan yang terjadi. Di antaranya dengan cara melakukan komunikasi secara intensif dengan pembeli dari luar negeri serta dengan cara menyesuaikan tingkat produksi.
“Melakukan komunikasi secara intensif dengan pembeli luar negeri dan bernegosiasi untuk meminimalkan resiko dan dampak komersial akibat tertundanya pengiriman di bulan Januari. Menyesuaikan tingkat produksi jika proses pelarangan ekspor tetap berlangsung untuk menjaga level stok yang tidak melebihi kapasitas,” paparnya.
Hal yang sama tengah dirasakan oleh Gems. Perusahaan milik Sinar Mas Group ini berharap agar pemerintah mengevaluasi kembali kebijakan tersebut, mengingat selama ini Gems selalu memenuhi kebutuhan batu bara domestik.
“Perseroan mengharapkan agar pemerintah melalui ESDM dapat mengevaluasi larangan ekspor batu bara ini terutama bagi perusahaan-perusahaan yang selama ini telah memenuhi kewajiban DMO,” kata Sekretaris Gems, Sudin.
Sudin kemudian menjelaskan bahwa selama ini Gems selalu memenuhi peraturan DMO yang diterapkan pemerintah sejak tahun 2018. Saat itu batas minimumnya sebesar 25 persen dari total produksi.
Begitupun di tahun 2021, Gems kata dia telah memenuhi pasokan batu bara untuk kebutuhan dalam negeri sebesar 30 persen, sesuai ketentuan yang di intruksikan oleh pemerintah. Karena itu, dia berharap agar aturan ini ditinjau kembali.
“Perseroan selalu memenuhi peraturan DMO yang diterapkan sejak 2018, dengan batas minimum sebesar 25% dari total produksi akan disalurkan untuk keperluan domestik. Selama tahun 2021, Perseroan telah memenuhi DMO lebih dari 30%,” paparnya.