Jakarta, TAMBANG – PT Wanatiara Persada akan menuntaskan konstruksi pabrik pengolahan nikel pada akhir tahun ini. Smelter yang terletak di Pulau Obi, Maluku Utara itu siap beroperasi saat ekspor nikel kadar rendah permanen ditutup.
Senior Advisor Wanatiara, Arif S Tiammar menuturkan, larangan ekspor yang dipercepat dari semula pada awal tahun 2022 menjadi 1 Januari 2021, tidak berpengaruh pada laju pembangunan smelter.
“Tidak ada pengaruhnya sama sekali. Karena memang Wanatiara investasi smelter sudah siap dana. Bahkan akhir tahun ini konstruksi sudah usai,” ujarnya kepada tambang.co.id, Jumat (15/11).
Menurutnya, pendapatan dari ekspor selama ini, tidak digunakan sebagai modal utama untuk membangun smelter. Tapi hanya sekadar menjadi tambahan untuk mengurangi biaya operasi tambang.
“Surat Persetujuan Ekapor (SPE) itu bagi Wanatiara hanya untuk pemanis. Hanya saja, adanya peluang ekspor ore kadar rendah itu bisa mengurangi ongkos produksi, khususnya ongkos penambangan,” tutur Arif.
Untuk diketahui, sebagian pemegang rekomendasi ekspor menjadikan SPE sebagai ekuiti untuk memperoleh pendanaan membangun smelter. Mekanismenya, penambang menjaminkan SPE kepada mitra konsumen di luar negeri. Kemudian mitra tersebut mengucurkan investasi untuk konstruksi smelter dengan pembagian porsi saham pada kepemilikan pabrik.
Model investasi smelter dengan cara demikian, kata Arif, dinilai sebagai pilihan yang terlalu berisiko.
“Membangun smelter dengan hanya mengandalkan SPE bisa dibilang nekat dan berisiko,” tukasnya.
Sebagai informasi, saat beroperasi nanti, smelter Wanatiara memiliki kapasitas output hingga 260.000 ton feronikel dengan kadar nikel 15 persen.