Jakarta – TAMBANG. Menteri ESDM memberikan waktu dua tahun kepada PT Pertamina (Persero) untuk menyetop peredaran bensin berbilangan oktan (research octane number/RON) 88, atau yang lebih dikenal dengan bensin premium. Namun Tim Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas Bumi menyatakan hanya perlu waktu enam bulan untuk menghapuskan bensin premium.
“Dua tahun itu kan maksimal atau paling lama, tapi kita akan dorong dalam enam bulan RON 88 sudah tidak beredar di Indonesia,” kata Ketua Tim Reformasi Tata Kelola Migas, Faisal Basri, saat ditemui di kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Rabu (7/1).
Menurutnya, penghapusan bensin RON 88 bisa dilakukan jauh lebih cepat dari itu, tanpa harus menunggu peningkatan spesifikasi kilang milik Pertamina. Pencampuran methyl tertiary butyl ether (MTBE) dengan produk yang saat ini dihasilkan kilang Pertamina bisa menghasilkan bensin RON 92 atau setara Pertamax.
“Saat ini produksi Pertamina itu Pertamax Off yang kadar aromatiknya tinggi. Untuk menjadikannya Pertamax 92 aromatiknya diturunkan, agar nantinya jadi Pertamax On. Untuk jadi Pertamax On, itu Pertamax Off diblending dengan MTBE,” jelas Faisal.
Bila Pertamina memproduksi Pertamax Off, maka hasil yang didapatkan lebih sedikit dibandingkan memproduksi premium RON 88. “Jadi misalnya, minyak diolah untuk memproduksi premium, dapat premium 6. Tapi kalau premiumnya dihapus dan gantinya pertamax, dapatnya hanya 4, jadi lebih sedikit hasilnya,” paparnya.
Untuk mendapatkan produksi pertamax 92 tambahan diperlukan nafta. Produksi nafta dalam negeri sebenarnya cukup banyak, bahkan diekspor ke luar negeri.
“Maka sebentar lagi ekspor nafta dihentikan, kita manfaatkan produksi nafta dalam negeri. Nah, produksi nafta itu dimasukkan ke kilang Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI), sehingga produksi pertamax RON 92 tambah banyak lagi. Makanya TPPI juga jadi perhatian kita juga,” ia menandaskan.
Ia juga menjelaskan proses pencampuran bisa dilakukan di tangki yang saat ini digunakan untuk menyimpan premium, namun bensin harus terlebih dulu dikuras habis supaya RON 92 bisa masuk. Lebih lanjut, ia menuturkan, teknis pengosongan tangki ini hanya membutuhkan waktu kurang dari lima bulan.
Lagipula, saat ini Pertamina sudah tidak lagi membuat pesanan impor RON 88. Yang masih berlangsung hingga sekarang hanya sisa dari kontrak sebelumnya. “Sekarang sudah tidak ada lagi impor RON 88. Pokoknya yang sekarang tidak ada lagi, yang ada sudah dikontrak sebelumnya,” Faisal menegaskan.
Dengan demikian, jika premium hilang dari peredaran, subsidi bisa dialihkan ke Pertamax. Faisal pun mendorong pemerintah dan Pertamina lekas meningkatkan kapasitas kilang minyak nasional, agar Pertamax bisa diproduksi di dalam negeri.