Jakarta,TAMBANG,- Perusahaan tambang timah plat merah, PT Timah Tbk (TINS) terus menunjukkan komitmen menjaga lingkungan di kegiatan operasi pertambangan. Salah satunya dengan secara konsisten melaksanakan reklamasi. Reklamasi yang dilakukan perusahaan dilakukan baik di darat maupun di laut.
Reklamasi laut yang dilakukan TINS diantaranya dalam bentuk artificial reef yang akan menjadi tempat ikan berkembang biak yang dilaksanakan di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
Sepanjang tahun 2021, anak usaha MIND.ID ini telah menenggelamkan 1.920 unit artificial reef di 11 lokasi. Penenggelaman artificial reef ini sesuai dengan rencana reklamasi perusahaan tahun ini.
Penenggelaman artificial reef dilaksanakan di Pulau Panjang sebanyak 240 unit, Karang Rulak 240 unit, di Rambak 240 unit, Perairan Tuing sebanyak 60 unit, Pulau Putri sebanyak 240 unit, Tanjung Melala sebanyak 240 unit, Malang Gantang sebanyak 240 unit, Tanjung Ular sebanyak 120 unit, Karang Aji 120 unit, Pulau Pelepas sebanyak 60 unit dan Tanjung Kubu sebanyak 120 unit.
“Rencana reklamasi laut PT Timah Tbk untuk artificial reef telah terealisasi 100 persen, dari target 1.920 unit sudah terealisasi 1.920 pada Agustus 2021 lalu. Penenggelaman artificial reef ini sebagai komitmen PT Timah Tbk untuk menajaga keseimbangan ekosistem laut,” ungkap Kepala Bidang Komunikasi Perusahaan PT Timah Tbk, Anggi Siahaan.
Menurut Anggi, produsen timah terbesar kedua dunia ini dalam pemanfaatan sumber daya mineral timah di Laut Bangka Belitung, Provinsi Riau dan Kepualuan Riau tidak mengabaikan langkah-langkah untuk menjaga ekosistem laut. Sejak tahun 2016 hingga 2020, perusahaan mencatat telah meneggelamkan sebanyak 3.105 unit fish shelter dan 1.475 unit transplantasi karang.
Selain, sebagai komitmen untuk menjaga ekosistem laut, penenggelaman rumpon juga sebagai upaya perusahaan untuk membuat rumah ikan bagi nelayan yang nantinya diharapkan bisa meningkatkan hasil tangkapan nelayan.
“Reklamasi laut juga sebagai upaya perusahaan untuk mendukung wisata bawah laut, sehingga bentuk artificial reef yang ditenggelamkan juga terus diperbahurui seperti model tudung saji yang menjadi salah satu ikon Bangka Belitung,” lanjut Anggi.
Dalam melaksanakan reklamasi laut, TINS juga melibatkan komunitas dan masyarakat nelayan. Sehingga, dalam pelaksanaannya PT Timah Tbk juga melakukan pemberdayaan masyarakat.
Sementara itu, Dosen Ilmu Kelautan Universitas Bangka Belitung, Indra Ambalika mengatakan, tahun 2021 ini ada tiga lokasi baru tempat penenggelaman artificial reef yang dilakukan PT Timah yakni di Perairan Tuing Desa Mapur, Kabupaten Bangka, Periaran Pulau Pelepas di Desa Tanjung Pura Kabupaten Bangka Tengah, dan Perairan Malang Gantang Desa Teluk Limau, Kabupaten Bangka Barat.
“Ada satu lokasi lama yang dikurangi PT Timah Tbk karena kondisi perairan yang dianggap belum sesuai untuk mendukung kegiatan reklamasi laut karena masih tingginya aktivitas penambangan oleh masyarakat di Pulau Pemain Permis, Kabupaten Bangka Selatan,” ujarnya.
Indra yang sejak awal telah dilibatkan PT Timah Tbk dalam melaksanakan reklamasi laut, dia menyebutkan tahun ini artificial reef yang digunakan bentuk tudung saji dengan penyempurnaan bentuk sebelumnya.
“Sebelumnya menggunakan kawat kasa, maka tahun ini tidak menggunakan kawat kasa lagi tapi menambah rangka besi pada sisi artificial reef. Hal ini karena, berdasarkan evaluasi dari kegiatan tahun-tahun sebelumnya kawat kasa ini cepat korosi dan akhirnya rapuh dan jatuh ke dasar perairan, tidak bertahan lama. Nmun rangka besi tetap kuat dan efektif menjadi media penempelan biota laut,” tandas Indra.
Ia menyebutkan, setelah artificial reef ini ditenggelamkan, PT Timah Tbk bersama pihaknya tetap melakukan monitoring dan evaluasi untuk melihat efektifitas artificial reef menjadi habitat baru bagi biota laut.
Dimana kriteria keberhasilan tersebut diukur dengan melihat sejauh mana fungsi lokasi penenggelaman media artificial reef menjadi habitat baru biota laut yaitu tempat mencari makan (feeding ground), tempat memijah (spawning ground), dan tempat pembesaran (nursery ground).
“Cara melihatnya dapat dilihat dari komposisi jenis biota laut yang ditemukan di lokasi penenggelaman artificial reef, kelimpahan biota laut, dan jumlah penempelan alami biota laut,” terang Indra.
Lebih lanjut, Ia menyampaikan dalam penenggelaman melibatkan nelayan lokal dan masyarakat lokal. Dimana media artificial reef didesain agar bisa diangkat dengan tenaga manusia (tidak harus menggunakan derek), dan dapat diangkut dengan menggunakan perahu nelayan lokal sehingga terakomodir oleh perahu nelayan lokal tradisional.