Jakarta,TAMBANG,- Perusahaan tambang timah plat merak, PT Timah,Tbk hari ini umumkan Laporan Keuangan Konsolidasi yang sudah diaudit dan berakhir pada 31 Desember 2021. Salah satu produsen timah terbesar dunia ini sukses membukukan laba bersih sebesar Rp1,3 triliun. Dibandingkan tahun 2020 yang mencatat rugi sebesar Rp341 miliar, laba bersih tahun ini naik 483 persen.
Dalam penjelasannya, Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko PT Timah, M Krisna Sjarif mengakui lonjakan laba bersih ditopang oleh penurunan beban pokok pendapatan. “Sepanjang 2021, beban pokok pendapatan TINS turun 21% menjadi Rp11,17 triliun dibandingkan tahun 2020 yang sebesar Rp14,09 triliun,” terangnya dalam keterangan tertulis, Senin (14/3).
Menurut Krisna, kinerja keuangan lainnya juga berbanding lurus dengan laba bersih tersebut. EBITDA Perseroan naik 150% menjadi Rp2,90 triliun dari tahun sebelumnya sebesar Rp1,16 triliun. Berkurangnya beban finansial akibat “deleveraging strategy” dan kemampuan Perseroan memilih sumber pendanaan berbiaya rendah menjadi salah satu faktor pendukungnya.
Indikator finansial lainnya yang menjadi parameter membaiknya kinerja TINS adalah rasio profitabilitas, yaitu Net Profit Margin (NPM) menjadi 9% (2020: minus 2%), Gross Profit Margin (GPM) menjadi 24% (2020: 7%).
Adapun rasio solvabilitas nampak dari Debt to Equity Ratio (DER) menjadi 82% (2020: 142%). Kas dan setara kas menunjukkan kenaikan signifikan menjadi Rp1,78 triliun dari tahun sebelumnya Rp807 miliar.
Sementara penurunan terjadi pada kinerja produksi. Produksi bijih timah tahun 2021 mencapai 24.670 ton Sn atau turun 38% dari tahun sebelumnya sebesar 39.757 Ton Sn, di mana sebesar 6% berasal dari penambangan darat, dan 54% berasal dari penambangan laut. Pada tahun yang sama, produksi logam timah hanya mencapai 26.465 metrik ton atau turun 42% dari tahun 2020 sebesar 45.698 metrik ton.
Dengan rerata harga jual logam timah yang melesat 89% menjadi $32.619, Perseroan kata Krisna membukukan penjualan logam timah sebesar 26.602 metrik ton atau turun 52% dari tahun sebelumnya sebesar 55.782 metrik ton.
Melesatnya harga komoditas timah di pasar internasional menjadi sebuah kesempatan istimewa bagi Perseroan, karena dengan biaya produksi yang rendah Perseroan mampu menjual komoditasnya di harga yang signifikan.
“Melesatnya performa Perseroan menjadi sebuah hadiah istimewa di tengah situasi pandemi yang belum berakhir, namun tak menyurutkan optimisme Manajemen bahwa di tahun‐tahun berikutnya kinerja Perseroan akan mampu lebih baik didukung pemanfaatan teknologi penambangan yang lebih berkualitas dan berbiaya rendah,” ungkapnya.
Krisna kemudian menyampaikan bahwa pemanfaatan teknologi Ausmelt yang akan beroperasi di semester kedua tahun ini diharapkan mampu menekan biaya produksi pembuatan logam timah, sehingga profitabilitas Perseroan akan semakin cemerlang di tengah iklim usaha yang semakin kompetitif.