Jakarta,TAMBANG,- Timah merupakan salah satu komoditi tambang yang semakin dibutuhkan. Ini yang membuat prospek timah diperkirakan masih cerah di masa depan. Ini juga yang disampaikan oleh Direktur Utama PT Timah,Tbk (Timah) Achmad Adianto.
Ia menyebut bahwa dalam tiga tahun terakhir harga timah bergerak dalam trend menguat dimana harga US$ 35.000 per ton merupakan angka psikologis yang diharapkan bisa dicapai. Saat ini harga timah global bergerak di angka USD34,025 per ton (27/5).
Ada beberapa faktor yang menentukan pergerakan harga timah global. Dimulai dari kondisi stok timah dipasar global yang ditentukan antara produksi dan konsumsi. Dari beberapa analisis, saat ini pasar timah sedang mengalami defisit. Pasokan menurun sementara konsumsi terus meningkat. Secara khusus untuk segmen elektronik yang menyumbang permintaan terbesar.
Selain itu, timah juga dibutuhkan dalam pengembangan kendaraan listrik. Sehingga diperkirakan ke depan kebutuhan timah akan meningkat. Faktor lain yang juga berpengaruh pada pasar timah adalah konflik geopolitik secara khusus yang terjadi di Ukraina.
https://ddd0982a2418d5132c588b233cd1ee49.safeframe.googlesyndication.com/safeframe/1-0-38/html/container.html Ardianto menyakini dengan adanya konflik geopolitik dan kondisi pasokan serta permintaan yang stabil, harga komoditas logam ini ke depan akan cukup solid. “Dengan keyakinan itu, maka tentunya fundamental perusahaan akan terus kami perbaiki dan perkuat,” ungkap pria yang akrab disapa Didi itu.
Faktor harga timah yang menguat ini berdampak positif pada kinerja BUMN tambang timah ini. Kinerja keuangan Timah sepanjang tiga bulan pertama 2022 sangat tertolong oleh faktor harga. Kinerja operasional perusahaan yang berkode saham TINS ini mengalami koreksi. Produksi bijih timah dalam tiga bulan pertama 2022 tercatat sebesar 4.508 ton. Dibanding periode yang sama tahun lalu turun 11%. Di kuartal I tahun 2021, TINS berhasil memproduksi 5.037 ton bijih timah.
Situasi yang sama juga terjadi pada produksi logam timah yang pada kuartal pertama 2022 turun 8% menjadi 4.820 Mton. Realisasi produksi logam timah di periode kuartal pertama 2021 mencapai 5.220 Mton.
Demikian juga dengan kinerja penjualan logam timah juga turun. Selama tiga bulan ini produsen timah terbesar kedua dunia ini mencatat volume penjualan sebesar 5.703 Mton. Turun 4% dibandingkan periode yang sama tahun 2021 sebesar 5.912 Mton.
Meski demikian Timah berhasil membukukan kinerja keuangan positif. Ini karena harga jual rerata atau average selling price (ASP) logam timah pada tiga bulan pertama 2022 naik cukup tajam. TINS mencatatkan ASP sebesar US$ 43.946 per Mton atau melonjak 76% dibandingkan ASP pada periode yang sama tahun 2021 sebesar US$ 24.992 per Mton.
Hal ini membuat Perseroan berhasil membukukan pendapatan sebesar Rp4.4 triliun atau naik 80% dibandingkan kuartal I-2021, dengan peningkatan kinerja laba operasi sebesar 575% menjadi Rp885 miliar dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp131 miliar.
Laba bersih Perseroan naik 5.713% menjadi Rp 601 miliar dibandingkan periode Q1-2021 sebesar Rp10 miliar. Naiknya profitabilitas Perseroan terlihat pula dari naiknya EBITDA sebesar 213% menjadi Rp1,1 triliun dari sebelumnya Rp347 miliar.
“Produksi bijih timah berbiaya rendah dari penambangan offshore akan terus ditingkatkan agar profit margin yang optimal tetap dapat dipertahankan”, terang Direktur Keuangan PT Timah , Krisna Sjarif, dalam keterangan pers yang diterima www.tambang.co.id.
Krisna lantas menyampaikan bahwa, pada periode-periode kerja selanjutnya perseroan akan terus berusaha meningkatkan volume produksi agar bisa memenuhi target dari rencana kerja dan anggaran perusahaan (RKAP). “Ke depan Perseroan terus berupaya untuk meningkatkan volume produksi, sehingga target produksi dapat tercapai sesuai RKAP,” pungkasnya.