Jakarta, TAMBANG – Pelaku usaha pertambangan berkomitmen melakukan program dekarbonisasi dan mencapai target net zero emission (NZE) pada tahun 2060. Hal tersebut disampaikan Direktur Eksekutif Indonesia Mining Association (IMA), Hendra Sinadia.
“Saya kira apa yang telah dilakukan teman-teman pelaku usaha komoditas batu bara, nikel dan mineral lainnya dalam program dekarbonisasi on the track dan kita perlu kita dukung,” ungkap Hendra dalam Indonesia Mining Conference (IMC) 2024 yang digelar PT ExxonMobil Lubricants Indonesia (EMLI), dikutip Kamis (2/5).
Kata dia, komitmen pelaku usaha tambang terhadap dekarbonisasi ini tercermin dari implementasi program carbon offset yang progresif. Carbon offset atau penyeimbang karbon merupakan salah satu mitigasi perubahan iklim yang dilakukan oleh dunia global, termasuk Indonesia.
“Carbon offset juga telah berjalan dan akan berkembang kedepannya sehingga kita tidak perlu khawatir bahwa sektor pertambangan kita bisa memenuhi untuk mencapai target NZE,” beber Hendra.
Hal serupa diungkapkan Sekretaris Jenderal Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI), Meidy Katrin Lengkey. Dia menjelaskan, penambang berhak mengeruk kekayaan alam RI asal jangan melupakan kewajiban selama menambang dan pascatambangnya termasuk menjaga lingkungan dan memperhatikan masyarakat sekitar.
“Kalau dari APNI, memanfaatkan kekayaan yang kita punya, tetapi jangan lupakan masa depan, jangan lupakan lingkungan dan jangan lupakan masyarakat sekitar,” beber Meidy dalam kesempatan yang sama.
Dia membeberkan, nikel bisa menjadi komoditas andalan RI di sektor energi bersih, mulai dari bahan baku baterai kendaraan listrik, hingga bahan dasar teknologi pebangkit listrik non batu bara. “Nikel ini bisa menjadi kebanggan Indonesia, menjadikan negara adidaya, masyarakat Sejahtera,” imbuh dia.
Sepanjang 2023, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat keberhasilan penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) sebesar 127,67 juta ton. Angka ini melebihi target di awal yang hanya 116 juta ton CO2.
“Realisasi penurunan emisi GRK Sektor Energi tahun 2023 sebesar 127,67 melebihi target sebesar 116 juta ton CO2,” ungkap ESDM Arifin Tasrif di Jakarta, awal Januari lalu.
Pada tahun ini, Pemerintah mematok target pengurangan GRK menjadi 31,89% dengan kemampuan sendiri dan 43,20% dengan dukungan negara lain sesuai penetapan Enhanced-Nationally Determined Contribution (E-NDC) pada tahun 2030.
Arifin memaparkan, adanya peningkatan atas penurunan GRK, bahkan melebihi target yang sudah ditetapkan. Tahun 2017 realisasi penurunan GRK mencapai 29 juta ton, 2018 sebesar 40 juta ton, tahun 2019 sebesar 54,8 juta ton, 2020 sebesar 64,4 juta ton, tahun 2021 sebesar 70 juta ton, tahun 2022 sebesar 91,5 juta ton dan tahun 2023 penurunan GRK mencapai 127,67 juta ton.
Dalam mewujudkan NZE pada tahun 2060 sendiri, Pemerintah akan melakukan beberapa aksi mitigasi sektor energi berkaitan dengan penurunan GRK ini dengan mengimplementasi EBT, aplikasi efisiensi energi, dan penerapan bahan bakar rendah karbon (gas alam), dan penggunaan teknologi yang pembangkit bersih.