Beranda Batubara Sektor Listrik Penyangga Utama Konsumsi Batu bara Domestik

Sektor Listrik Penyangga Utama Konsumsi Batu bara Domestik

Bali-TAMBANG. Ketika berbicara tentang batu bara khusus dalam konteks Indonesia maka sektor ketenagalistrikan akan menjadi fokus utama. Maklum saja konsumsi terbesar batu bara domestik masih berasal dari pembangkit listrik.

Indonesia pun saat ini pun menjadikan sektor ketenagalistrikan sebagai salah satu fokus utama pembangunan infrastruktur. Pemerintah punya program 35 GW yang kemudian direvisi menjadi 19 GW sampai 2019. Namun upaya membangun pembangkit tidaklah mudah. Ada proses yang cukup panjang.

Menjadi menarik dari mega proyek tersebut sekitar 60% pembangkit masih didominasi oleh pembangkit listrik berbasis batu bara. Sehingga jika proyek ini berjalan dan Indonesia berhasil membangun banyak pembangkit listrik berbasis batu bara untuk pemenuhan kebutuhan dalam negerinya, maka kebutuhan batu bara domestik pun bakal meningkat.

Menurut CEO Indika Energy yang menjadi pembicara di salah satu sesi mega proyek ini akan menghasilkan permintaan batubara tambahan sekitar 110 juta-120 juta metrik ton dan akan terus meningkat hingga mencapai 140 juta-150 juta metrik ton.

Dengan demikian konsumsi batu bara dalam negeri di beberapa tahun ke depan akan naik. Bahkan Kementrian ESDM menyebut pangsa produksi batubara termal dalam negeri akan meningkat hingga sekitar 60% pada tahun 2019. Padahal saat ini dari keseluruhan produksi nasional yang dikonsumsi dalam negeri baru 22%.

Namun harus diakui dalam proses pembangunan pembangkit listrik termasuk untuk program 35 GW, ada beberapa kendala yang dihadapi. Mulai dari masalah pembebasan lahan, perizinan, harga dan beberapa masalah lainnya.

Hal ini diantaranya disampaikan oleh Dharma Djojonegoro, CEO Adaro Power yang adalah Anak Usaha PT Adaro Energy yang bergerak disektor ketenagalistrikan. “Berbagai peraturan perizinan dan izin harus disinkronisasikan, jadi perlu banyak kesabaran untuk melakukan itu. Butuh sekitar tiga empat tahun untuk menyelesaikan masalah permukiman dan perubahan mata uang transaksi ke Rupiah juga merupakan kemunduran,”Urainya.

Belum lagi menurutnya perusahaan harus berurusan dengan masalah zonasi darat juga, yang butuh waktu sekitara enam bulan. Persoalan lain tentu saja masalah harga listrik. Menurut Dharma faktor biaya sangat penting bagi pelaku usaha di sektor ketenagalistrikan. ”Harga proyek tersebut harus membuat nyaman bagi pemasok dan PLN”tambah Harlen.

Perlu juga diinformasikan bahwa saat ini Pemerintah tengah berdiskusi tentang formula harga batu bara untuk pembangkit listrik. Pembahasan ini sedang dalam pembahasan antara Pemerintah, Pelaku Usaha dan PLN. PLN menghendaki agar harga jual batu bara ke PLN saat ini diturunkan karena jika tidak maka perusahaan BUMN listrik ini akan rugi. Sementara bagi pelaku usaha mengaku sudah puas dengan skema harga batu bara yang ada saat ini.