Jakarta-TAMBANG. Kebijakan Pemerintah untuk kembali membuka kran ekspor untuk nikel dan bauksit memakan korban. Ada 11 smelter dikabarkan menutup pabriknya karena tidak ekonomis untuk berproduksi. Melemahnya harga nikel menjadi alasan utama.
Bahkan dari data Asosiasi Perusahaan Pengolahan dan Pemurnian Indonesia (AP3I) ada 23 perusahaan yang terkena imbas kebijakan tersebut. Dari jumlah tersebut ada 11 perusahaan yang menghentikan produksi. Sementara sisanya sekitar 12 perusahaan mengalami kerugian.
Menurut Wakil Ketua Asosiasi Perusahaan Industri Pengolahan dan Pemurnian Indonesia, Jonathan Handojo, kebijakan relaksasi ekspor yang diberikan Pemerintah telah menimbulkan sentiment negative bagi pasar nikel global. “Ketika Pemerintah mengumumkan relakasasi ekspor mineral, harga nikel langsung turun di pasar London Metal Exchange,”terangnya.
Pasar mulai cemas akan kebanjiran pasokan nikel dari Indonesia sehingga antara permintaan dan pasokan menjadi tidak berimbang. Penurunan harga nikel inilah yang menyebabkan kegiatan pengolahan dan pemurnian menjadi tidak ekonomis. “Siapa yang mau produksi tetapi merugi,”katanya dalam diskusi di Hotel Atlet Century, Senayan, Jakarta, Kamis (20/2017).
Dampak dari smelter yang tutup diperkirakan ada kurang lebih 12 ribu pekerja yang terancam kehilangan pekerjaan. “Saat ini secara operasional sudah berhenti namun karena masih harus menyelesaikan beberapa hal dan juga karena terkait dengan pinjaman bank dan lainnya. Beberapa perusahaan enggan namanya disebutkan,”kata Jonathan.
Oleh karenanya ia pun berharap Pemerintah meninjau kembali kebijakan relaksasi ekspor. Ini penting untuk melindungi perusahan yang telah melakukan investasi pembangunan smelter dalam negeri. “Kami pengusaha smelter Nikel akan tunggu beberapa saat lagi untuk umumkan berapa yang di-PHK,” pungkasnya.
Data dari Indonesia Resouces Studi (IRES) menyebutkan beberapa perusahan smelter yang berhenti beroperasi karena merugi yakni PT Karyatama Konawe Utara, PT Macika Mineral Industri, PT Bintang Smelter Indonesia, PT Huadi Nickel, PT Titan Mineral, PT COR Industri, PT Megah Surya, PT Blackspace, PT Wan Xiang, PT Jinchuan, dan PT Transon.
Sedangkan, 12 perusahaan smelter nikel yang merugi yaitu PT Fajar Bhakti, PT Kinlin Nickel, PT Century, PT Cahaya Modern, PT Gebe Industri, PT Tsingshan (SMI), PT Guang Ching, PT Cahaya Modern, PT Heng Tai Yuan, PT Virtue Dragon, PT Indoferro dan PT Vale Indonesia Tbk.
Sementara Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (IRESS) Marwan Batu bara mengingatkan Pemerintah untuk tidak selalu menabrak UU khusus UU Minerba. Larangan ekspor konsentrat menurutnya adalah amanat UU oleh karenanya harus dilaksanakan. “Pemerintah saat ini telah melanggar amanat UU Minerba sehingga kita perlu mengingatkan untuk membatalkan kembali regulasi tersebut dan konsisten melakukan kegiatan peningkatan nilai tambah,”kata Marwan.