Setelah Cina memutuskan untuk mengurangi kegiatan operasional PLTU batu bara, Inggris pun melakukan hal serupa. Tekanan global untuk menurunkan tingkat emisi karbon jadi faktor penguatnya. Apakah batu bara akan mengalami oversupply?
Jakarta-TAMBANG. Pemerintah Inggris memutuskan untuk menyusul kebijakan yang telah diambil pemerintah Cina sebelumnya terkait pengurangan operasional PLTU batu bara Seperti dilansir dari laman CNBC (20/11), Inggris mengumumkan rencana untuk menutup semua PLTU batu bara pada 2025 dan membatasi penggunaannya pada 2023.
Pasalnya, PLTU batu bara di sana tidak memiliki fasilitas menangkal karbon yang dihasilkan, yakni emisi karbondioksida untuk dipadamkan. “Keamanan energi jadi utama dan saya bertekad untuk memastikan bahwa Inggris aman, terjangkau, dan pasokan energi bersih yang keluarga pekerja keras dan bisnis-bisnis dapat handal pada saat ini dan di masa depan,” ujar Menteri Energi dan Perubahan Iklim, Amber Rudd.
Rudd menambahkan, pemerintah mencari cara keluar dari kurangnya investasi dan penuaan pembangkit listrik dengan alternatif yang lebih handal, bersih dan bernilai komersil yang lebih baik. Ekonomi maju seperti Inggris tidak bisa mengandalkan sumber energi yang polutif. “Biar saya perjelas bahwa ini bukan masa depan. Kita perlu membangun infrastruktur energi baru, cocok untuk abad ke-21,” tambahnya.
Dalam pidatonya di Institution of Civil Engineers, London, Rudd menambahkan, salah satu terbaik dan paling memberikan kontribusi hemat biaya terbesar yang dapat dilakukan untuk pengurangan emisi adalah menggantikan pembangkit listrik batu bara dengan gas. Batu bara saat ini memasok 28% listrik di Inggris.
“Inggris memulai revolusi industri dengan menggunakan batu bara. Benar bahwa kita merayakan momen bersejarah ini sebagai Inggris menjadi ekonomi besar pertama yang berpaling dari hal yang mematikan ini lantaran adanya polusi dari sumber energi ini,” tegas Direktur Eksekutif Greenpeace Inggris, John Sauven. “Sekarang kita harus memastikan bahwa pemerintah memprioritaskan energi terbarukan demi berlangsungan Inggris di masa depan,” lanjut dia.
Senior juru kampanye Energy Friends of the Earth, Simon Bullock merasa kurang puas dengan keputusan Amber Rudd. Keluar dari penggunaan batu bara merupakan hal penting untuk iklim. Tapi beralih dari batu bara ke gas, kata Bullock, seperti beralih beralkohol dari dua botol wiski sehari. “Kecanduan Pemerintah Inggris untuk bahan bakar fosil mengirimkan sinyal mengerikan untuk penting untuk pembicaraan iklim Paris, mulai dalam dua minggu,” pungkasnya.