Jakarta-TAMBANG. Meski ditengah pasar batu bara yang semakin membaik yang ditandai kenaikan harga, PT Adaro Energy Tbk. mencatat penjualan batu bara sampai September tahun ini turun 2% dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu. Dalam Sembilan bulan ini perseroan berhasil menjual 39,44 juta ton.
Khusus di kuartal III/2017 penjualan batu bara naik 6% atau 14,17 juta ton dibandingkan periode sebelumnya. Dimana pasarnya didominasi oleh negara-negara berkembang di wilayah Asia.
Head of Corporate Secretary PT Adaro Energy,Tbk Mahardika Putranto mengakui pasar batu bara termal pada periode kuartal III/2017 mengalami kondisi keseimbangan pasar yang lebih ketat. “Hal ini disebabkan oleh gabungan dari ketatnya suplai akibat gangguan cuaca dan aksi industrial di negara-negara produsen batubara utama, serta kenaikan musiman terhadap permintaan,”terang Mahardika dalam Siaran Pers, Rabu (1/11).
Salah satunya sempat terjadi keterbatasan suplai di Indonesia dan Australia pada Juli hingga September 2017. Selain itu aksi industrial mogok kerja memengaruhi beberapa tambang batu bara di Australia sehingga memangkas produksi batu bara dari negara itu.
Sementara di Indonesia, kondisi cuaca buruk masih berlanjut di periode itu. Kalimantan mengalami hujan lebat selama kuartal ini, sehingga mengganggu kegiatan produksi batu bara di pulau ini maupun transportasinya.
Sementara dari sisi pasar, pasar domestik mulai menunjukkan geliat. Ini terlihat dari porsi penjualaan perseroan yang mencapai 20% atau setara 2,8 juta ton. Konsumsi batu bara domestik terus meningkat. Salah satu faktornya permintaan dari PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) yang didorong permintaan listrik yang juga naik. “PLN melaporkan bahwa sampai September 2017, konsumsi listrik Indonesia naik 2,8% y-o-y,”terang Mahardika.
Sementara pasar ekspor masih didominasi Cina dan Korea Selatan. Pasar ke Cina naik 14% menjadi 1,98 juta ton. Dan Korea Selatan juga naik 10% atau sebanyak 1,4 juta ton. Hal ini dikarenakan kebijakan kedua negara tersebut yang membuka keran impor batu bara.
Selain kedua negara tersebut ada ada pasar lain yakni Malaysia 14%a atau 1.98 juta ton, Jepang 10% atau 1,4 juta ton, Hongkong 8% atau 1,1 juta ton, India 7% atau 900.000 ton, Taiwan 6% atau 850.000 ton, Spanyol 5% atau 708.500 ton, Filipina dan negara lainnya masing-masing 3% atau 425.100 ton.
Mahadrika menjelaskan permintaan Chinauntuk kebutuhan listrik mencapai titik tertinggi pada kuartal ini, yang dipicu oleh kinerja industri yang tinggi serta musim panas yang lebih terik, yang kemudian memicu peningkatan permintaan terhadap batu bara.
Sementara pasokan dari domestik tidak mampu memenuhi permintaan yang mengalami kenaikan yang luar biasa. Hal ini juga dipengaruhi pemerintah yang terus melakukan inspeksi keselamatan dan lingkungan yang ketat setelah terjadinya beberapa kecelakaan pertambangan. Oleh karenanya China pun beralih ke batubara impor dengan meningkatkan impor batu bara termal sebesar 20% y-o-y pada Januari-September 2017.
Demikian juga dengan Korea Selatan ketika pemeriksaan keselamatan yang dilakukan di seluruh pembangkit listrik bertenaga nuklir di negara itu. Dampaknya telah menghentikan sekitar 6,6 GW kapasitas tenaga nuklir, yang diperkirakan akan meningkatkan produksi listrik berbahan bakar gas dan batu bara.
Berbeda dengan India dimana permintaan India lemah karena musim hujan yang mendorong untuk beralih ke tenaga air. Namun, seiring selesainya musim hujan, India diperkirakan akan kembali ke pasar.