Jakarta-TAMBANG. Kementerian Peindustrian menilai besarnya potensi thorium di Indonesia bisa dimanfaatkan menjadi sumber energi. Dari hasil kalkulasi, pembangkit listrik thorium juga lebih efisien dibanding batu bara dan uranium sekalipun.
Menteri Perindustrian, Saleh Husin menuturkan, untuk menghasilkan 1.000 Mega Watt atau 1 Giga Watt per tahun diperlukan batu bara sebesar 3,5 – 4 juta ton, sedangkan uranium sebesar 200- 250 ton. Sementara thorium mempu menghasilkan kapasitas produksi listrik hanya dengan volume sebesar 7 ton.
Catatan Kementerian Perindustrian, potensi thorium di Indonesia mencapai 140.000 ton. Dengan angka itu, menurut Saleh, Indonesia tidak hanya menjadi negara yang siap dengan ketahanan energi tetapi juga mampu memasok energi listrik secara internasional.
“Ada lima daerah potensial yang dapat dikembangkan menjadi kawasan industri berbasis thorium yaitu, Bangka Belitung, Batam, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur dan Sulawesi Barat,” ujarnya.
Dirjen Industri Kimia, Tekstil dan Aneka (IKTA) Kemenperin Harjanto mengatakan teknologi pembangkit listrik tenaga thorium saat ini sedang dikembangkan antara lain di AS, China, Kanada, Belanda dan Perancis.
“Beberapa BUMN di Indonesia yang dimotori PT Industri Nuklir Indonesia telah melakukan kerja sama dengan sebuah perusahaan Amerika untuk melakukan pengembangan dan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Thorium yang diharapkan dapat mulai beroperasi pada 2022,” kata Harjanto.
Lebih lanjut Saleh menjelaskan, baik itu pemerintah, pelaku usaha dan pemangku kepentingan juga mesti mencermati negara-negara di ASEAN dan Asia lain yang saat ini terus menggenjot pasokan energi listrik demi penguatan daya saing industri. Saat ini Tiongkok sudah mengoperasikan 32 unit PLTN dan sedang membangun 22 unit PLTN lagi. Negara-negara berkembang lain seperti Bangladesh, Vietnam, Malaysia, Uni Emirat Arab, Arab Saudi, Yordania, dan Kuwait telah memulai perencanaan pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir.
Vietnam sudah memulai pembangunan PLTN yang akan beroperasi pada 2020 dan Bangladesh baru saja menandatangi kontrak pembangunan PLTN yang di harapkan beroperasi 2022. Sementara Malaysia memiliki roadmap untuk mulai membangun pembangkit di 2030.
Ia menegaskan, Indonesia harus cepat bertindak untuk mengantisipasi perubahan tersebut, terutama di dalam perdagangan bebas baik di tingkat bilateral, regional, dan multilateral. Hal ini dapat dimulai dengan menyatukan tekad untuk memulai perencanaan pembangunan PLT Thorium agar dapat menanggulangi potensi kelangkaan energi di 2025.
“Diharapkan kita bisa memanfaatkan potensi thorium yang luar biasa ini untuk membangun industri yang kuat, mandiri, berdaya saing tinggi, dan mampu mensejahterakan rakyat,” pungkasnya.
Thorium sendiri merupakan limbah radioaktif yang hanya ditimbun dan belum dimanfaatkan sebagai hasil pemurnian dari timah, monazite, titanium dan zirkon. Bila thorium dimanfaatkan, maka hal ini sekaligus menjadi implementasi paradigma waste to energy.