Jakarta – TAMBANG. Saham PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) harus di “buy back” oleh pemerintah. Mengingat kepemilikan asing di dalamnya begitu besar.
“Kepemilikan saham asing di PGN jelas menyalahi konstitusi. Untuk itu negara harus hadir, harus melakukan intervensi. Saham tersebut harus di-buy back,” ujar anggota Komisi VI DPR Sartono Hutomo di Jakarta, Kamis (25/2).
Kalangan Dewan Perwakilan Rakyat menilai, hal ini bertentangan dengan Pasal 33 UUD 1945. Padahal PGN bergerak dalam sektor yang sangat strategis bagi hajat hidup orang banyak, yakni gas bumi.
Menurutnya, ini adalah masalah serius. Dengan kepemilikan asing seperti itu, tentu orientasinya adalah keuntungan, bukan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Kondisi ini otomatis akan membuat keuntungan, larinya ke luar negeri.
Komisi VI pun berencana memanggil Kementerian BUMN dan pihak PGN untuk melakukan rapat dengar pendapat (RDP). Rencananya RDP dijadwalkan berlangsung pekan depan. Namun terpisah dengan Kementerian BUMN, yang akan segera diagendakan.
Buy back ini juga didukung oleh Pengamat kebijakan energi IRESS Marwan Batubara. Mengingat selama ini negara sudah terlalu banyak memberikan keuntungan kepada pihak asing atau pemegang saham publik. Mereka juga diberikan previllege atau hak-hak istimewa.
“Yang terjadi sekarang, karena 43 persen saham sudah terjual, maka sebanyak 43 persen manfaat atau previllege tersebut jatuh ke tangan yang salah. Padahal, seharusnya dinikmati seluruhnya oleh rakyat,” tutur Marwan.
Ia mengatakan bagi BUMN yang bergerak di bidang strategis seperti PGN, idealnya 100 persen dimiliki oleh negara, karena manfaat yang dihasilkan, akan dinikmati oleh rakyat.