Jakarta, TAMBANG – Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Herman Khaeron, memastikan Rancangan Undang-Undang Energi Baru Terbarukan (RUU EBT) yang tengah digagas DPR, diproyeksikan ramah terhadap investasi.
“Investasi nanti kita atur, (misalnya pemberian) stimulus, bisa saja insentif. Insentif pajak juga bisa. Bagi para pengembang EBT, misalkan diberi potongan pajak. Besarannya nanti diserahkan ke pemerintah. Bisa nol persen dan sebagainya,,” ungkap Anggota Komisi VI DPR RI, Herman Khaeron kepada tambang.co.id, Rabu (29/3).
Progres saat ini, RUU EBT sedang dikaji oleh Badan Keahlian. Batang tubuh dan spiritnya yang sedang disusun. Poin pentingnya, DPR memastikan beleid ini akan jadi daya tarik bagi para pengembang.
“Kami masih menyusun rancangan akademik dan draft dengan Badan Keahlian. Kami membuat postur dulu, batang tubuhnya seperti apa, goalnya seperti apa, supaya mengatur seluruh pranata tentang EBT,” jelas Herman.
Menurutnya, stimulus yang dimaksud, bisa berupa bantuan pembangunan jaringan transmisi yang dibebankan kepada pemerintah. Pemberian garansi jaringan transmisi, atau berbagai keringanan lainnya.
“Stimulus bisa saja Jaringan transmisi tidak dibebankan ke pengembang, tapi dibangun oleh pemerintah, atau pembebasan lahan. (Tegasnya) Pemerintah pusat dan daerah mengalokasikan lahan untuk EBT. Atau khusus geothermal diberikan di Kawasan hutan lindung,” papar Herman.
Saat ditanya soal target selesai, Herman mengatakan, “Tahun ini kita selesaikan, maksimal sebelum Pemilu. Agar menjadi semangat bagi pemerintahan yang akan datang,” tukas politisi Partai Demokrat ini.
Asal tahu saja, pemerintah mencanangkan porsi EBT dalam bauran energi 2025 sebesar 23 persen. Sebagai pembanding, Herman menyinggung soal kemajuan EBT di Denmark dan Barkeley.
“Beberapa waktu lalu saya berjumpa dengan Duta Besar Denmark. Katanya, Denmark akan mencapai 100 persen pengoperasian pembangkit EBT di tahun 2030,” tegas Herman.
Menurut salah satu penelitian di Barkeley, harga EBT bisa dibanderol hanya 2 sen per KWh. Sedangkan Indonesia saat ini masih bertengger di angka 6 sen per KWh.
“Pencapaian harga 6 sen ini sudah cukup baik dan harus terus didukung. Angka ini turun dari sebelumnya sekitar 25 sen per KWh,” pungkas Herman.