Jakarta, TAMBANG – Usaha Pemerintah dalam memacu pencapaian energi baru terbarukan (EBT) tertuang dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN periode 2021-2030, porsi EBT diperbesar menjadi 51,6 persen.
Hal tersebut disampaikan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif pada Webinar Diseminasi RUPTL PT PLN (Persero) 2021-2030 di Jakarta, seperti dikutip dari keterangan resmi, Selasa (4/10).
“RUPTL PLN 2021-2030 saat ini merupakan RUPTL lebih hijau karena porsi penambahan pembangkit EBT sebesar 51,6 persen, lebih besar dibandingkan penambahan pembangkit fosil sebesar 48,4 persen,” ujar Arifin.
Porsi bauran diperbesar sebagai upaya pemerintah dalam menambal ketertinggalan program EBT sebelumnya yang tercantum dalam Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN). Dalam program ini, pemerintah awalnya menargetkan bauran energi hijau sebesar 23 persen pada tahun 2025, namun realisasi hingga akhir 2020 mencapai sekitar 14 persen.
“Dengan kecenderungan harga PLTS yang semakin murah dan masa pembangunan lebih cepat, untuk pencapaian target 23 persen bauran EBT pada tahun 2025, porsi PLTS didorong lebih besar dibanding RUPTL sebelumnya. Selain itu, pencapaian target bauran EBT akan dipenuhi oleh Cofiring PLTU dengan Biomasa dengan tetap memperhatikan lingkungan untuk ketersediaan feedstock,” imbuhnya.
Arifin berharap, ke depan, program RUPTL berjalan dengan baik meski diproyeksikan akan tumbuh dengan rata-rata 4,9 persen dibanding sebelumnya sekitar 6,4 persen. Selain itu, dirinya juga mengingatkan daerah-daerah di timur Indonesia agar lebih diutamakan terkait pemerataan energi listrik.
“Oleh karena itu pertumbuhan listrik pada RUPTL sebelumnya sudah tidak sesuai, untuk itu pada RUPTL PLN 2021-2030 diproyeksikan hanya tumbuh rata-rata sekitar 4,9%, dari yang sebelumnya 6,4%. Program 35.000 MW juga berjalan terus dan dalam dua tahun ke depan akan masuk sekitar 14.700 MW yang sebagian besar dari PLTU Batubara. Selain itu, data per akhir Juni 2021, Rasio Elektrifikasi rata-rata nasional telah mencapai 99,37%. Namun masih terdapat beberapa provinsi yang masih perlu perhatian khusus yaitu Provinsi Nusa Tenggara Timur, Maluku, dan Papua,” jelas Arifin
Arifin kemudian menjelaskan bahwa saat ini pemerintah terus terlibat aktif dalam memenuhi Paris Agreement. Dalam hal ini, Indonesia berkomitmen di sektor energi untuk dapat menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sesuai dengan Nationally Determined Contributions/NDC pada tahun 2030 sebesar 29 persen dari Business as Usual (BaU) dengan kemampuan sendiri dan 41 persen dengan dukungan Internasional. Saat ini komitmen untuk mengatasi perubahan iklim disikapi dengan roadmap menuju Net Zero Emission (NZE).
Arifin juga mengungkapkan, untuk meningkatkan keandalan listrik dan meningkatkan penetrasi EBT yang lokasi sumber energinya jauh dari pusat demand listrik, maka Pemerintah mendorong pengembangan interkoneksi ketenagalistrikan dalam pulau maupun antarpulau.
“Pada tahun 2024 diharapkan interkoneksi di dalam Pulau Kalimantan dan Sulawesi sudah terwujud sebagai bagian dari rencana Pemerintah untuk interkoneksi seluruh pulau besar yaitu Sumatera, Jawa, Kalimantan dan Sulawesi. Selanjutnya dilakukan kajian untuk interkoneksi antar-pulau yang disebut dengan Super Grid yang menghubungkan antar pulau besar di Indonesia. Dalam hal ini, selain meningkatkan keandalan juga dapat mengatasi adanya over supply di suatu sistem besar,” katanya.
Sebagai informasi, pemerintah telah menerbitkan RUPTL PLN 2021-2030 yang disahkan melalui Keputusan Menteri ESDM nomor 188.K/HK.02/MEM.L/2021 tanggal 28 September 2021.
“Dengan memperhatikan kondisi PLN, RUPTL PLN 2021-2030 dapat menjawab semua permasalahan di sektor ketenagalistrikan,” tandasnya.