Jakarta, TAMBANG – Nilai tukar Rupiah tenggelam pada zona merah. Rupiah diestimasikan akan bergerak dengan kisaran support Rp14.044 dan resisten Rp14.000 per dollar AS (USD).
Binaartha Institutional Research, pada Rabu (16/5), menganalisis, pada awalnya Rupiah mencoba memanfaatkan masih adanya pelemahan USD dan terapresiasinya EUR setelah adanya sentimen positif dari ECB. Namun, adanya rilis neraca perdagangan tersebut membuat Rupiah tertahan potensi kenaikannya.
Neraca perdagangan Indonesia bulan April 2018 mengalami defisit senilai USD1,63 miliar. Jika dibandingkan pada Maret 2018, kondisi ini berbanding terbalik dimana posisi Maret 2018 surplus sebesar USD1,09 miliar. Selain itu, pelaku pasar juga antisipasi beberapa data ekonomi AS lainnya yang dapat berpotensi membuat laju USD kembali terapresiasi.
Pelemahan pada Rupiah dimungkinkan dapat kembali terjadi seiring minimnya sentimen positif. Antisipasi pada beberapa data ekonomi AS a.l consumer spending yang diperkirakan akan meningkat dapat berimbas pada kembali naiknya USD.
Selain itu, perkiraan akan kembali naiknya imbal hasil obligasi AS pun juga akan berimbas pada terapresiasinya USD. Untuk itu, tetap mewaspada berbagai sentimen yang dapat membuat Rupiah kembali melemah.
Sementara itu, Pergerakan sejumlah bursa saham Asia cenderung variatif menguat, seiring masih bertahannya aksi beli pelaku pasar.
Nikkei 225 berakhir flat setelah mengalami kenaikan dengan dukungan saham-saham perbankan, namun terimbangi pelemahan saham-saham properti.
Di Korea Selatan (Korsel), indeks Kospi melemah dengan tekanan pada saham-saham teknologi. Begitu pun dengan sejumlah indeks saham China yang variatif tipis, dengan tekanan pada saham-saham keuangan dan teknologi.
Masih adanya sentimen dari kondisi politik di Italia dan sejumlah risiko pasar pada ekonomi Zona Eropa menjadi perhatian pelaku pasar. Pergerakan variatif pun kembali terjadi. Indeks pan-European Stoxx600 naik 0,1 persen dengan pergerakan variatif pada berbagai sektor.
Saham-saham migas kembali naik seiring kenaikan harga minyak mentah dunia, setelah pelaku pasar melihat mulai adanya peningkatan permintaan akan minyak. Hingga kekhawatiran meningkatnya potensi konflik geopolitik di Timur Tengah.
Begitupun dengan saham-saham keuangan yang tercatat naik. Akan tetapi, berbagai kenaikan tersebut terimbangi dengan melemahnya saham-saham telekomunikasi.
Sementara itu, di bursa saham Amerika Serikat (AS), terdapat pergerakan cenderung melemah setelah adanya rilis beberapa emiten yang turun kinerjanya. Di sisi lain, adanya rilis kenaikan penjualan ritel yang di bawah estimasi pasar menambah sentimen negatif. Tidak hanya itu, kembali meningkatnya imbal hasil obligasi AS berimbas pada kenaikan USD sehingga membuat laju bursa saham AS melemah.