Jakarta-TAMBANG. Hasil riset yang dilakukan Accenture, perusahaan jasa profesional global terkemuka, yang menyediakan berbagai layanan dan solusi di bidang strategi, konsultasi, digital, teknologi dan operasi menunjukkan investasi untuk teknologi digital pada perusahaan pengolahan migas naik.
Bahkan hampir dua pertiga perusahaan pengolahan minyak dan gas dalam 3 sampai 5 tahun ke depan akan mengalokasikan dana investasi untuk teknologi digital. Meski tetap diakui transformasi digital belum menjadi faktor investasi utama untuk perusahaan pengolah minyak.
Dari 57 persen responden yang dimintai pendapatnya menyampaikan bahwa dalam setahun terakhir tingkat investasi mereka untuk digital meningkat dibanding 12 bulan sebelumnya. Meski kembali lagi baru 19 persen perusahaan migas yang memasukan aspek digital sebagai satu dari tiga prioritas investasi utama dalam meningkatkan efisiensi dan produksivitas minyak dalam tiga tahun ke depan.
Hasil riset ini juga berhasil mengidentifikasi manfaat-manfaat terpenting dari teknologi digital yang disampaikan para eksekutif perusahaan tersebut. Yang paling sering disebut adalah peningkatan efektifitas pengelolaan pabrik yang mencapai 63 persen. Kemudian pengurangan risiko operasional sebesar 59 persen dan peningkatan efektivitas perawatan prediktif sebesar 54 persen.
Sementara aspek pengurangan biaya operasional paling sering muncul sebagai tiga prioritas bisnis terbesar yang paling mungkin mendorong investasi digital di perusahaan minyak dan gas bumi. Untuk hal ini disampaikan 39 persen responden. Akan tetapi, hambatan yang paling sering dihadapi dalam reformasi digital adalah investasi yang cukup rendah, layaknya dikutip oleh 50 persen responden.
Neneng Goenadi, Country Managing Director Accenture Indonesia, dalam pengantar mengakatan meskipun ada tantangan dalam pelaksanaan transformasi digital di industri minyak dan gas bumi, namun perusahaan yang telah berinvestasi dalam aspek tersebut bisa mendapatkan banyak manfaat, diantaranya peningkatan efisiensi dan nilai tambah.
“Hal ini bisa menjadi proposisi yang menarik bagi industri minyak dan gas Indonesia, terutama karena adanya berbagai tantangan seperti ketidakstabilan harga minyak mentah dunia, yang telah berdampak kepada keuntungan semua perusahaan minyak dan gas bumi,”kata Neneng
Meski demikian lanjut Neneng terlepas dari tantangan yang ada, perusahaan minyak dan gas bumi tetap mencari cara untuk memperbaiki sistem pengelolaan operasionalnya. “Teknologi digital tidak hanya bisa memberikan mereka kesempatan untuk mengurangi biaya operasional, tetapi juga bisa turut membantu mereka mendesain ulang bisnis mereka agar lebih berkembang di tengah kondisi pasar yang bergejolak,” tandas Neneng.
Sementara Mark Teoh yang adalah Managing Director, Resources Operating Group menilai ditengah tingkap persaingan yang ketat di sektor hilir, transformasi digital bisa membantu sektor ini untuk mengatasi situasi tersebut.
“Manfaat akan dirasakan para perusahaan minyak dan gas bumi jika mereka menggabungkan kemampuan digital dan inovasi baru, yang bisa membantu untuk membangun kepemimpinan digital. Transformasi digital membantu mengelola masuknya arus besar data baru, memungkinkan informasi tersebut untuk memberikan nilai tambah bagi setiap segmen bisnis karena mampu membuka jaringan informasi dan menciptakan arus informasi yang lebih cepat, “terang Teoh.
Pemanfaatan teknologi digital dalam operasional tidak hanya terkait investasi tetapi akan menghasilkan penghematan lebih dari biaya investasi yang dikeluarkan. Hal ini disampaikan
Andrew Smart, Managing Director Accenture Global Energy. Menurut Andrew investasi dalam teknologi digital, bila diterapkan pada skala yang tepat, dapat menghasilkan penghematan operasional yang jauh melebihi biaya investasi, bahkan dalam jangka pendek.
“Fakta bahwa perusahaan minyak dan gas bumi berencana untuk mengeluarkan investasi lebih pada transformasi digital, menunjukkan bahwa mereka sangat optimis terhadap manfaat operasional tambahan yang dapat diberikan oleh teknologi digital baru. Meskipun ada juga kekhawatiran mengenai biaya penerapan solusi baru ini, memanfaatkan data dan analisis untuk menambahkan wawasan operasional real-time dapat membantu perusahaan minyak dan gas bumi untuk mencapai kinerja operasional terbaik di kelasnya.”kata Andrew.
Sementara Managing Director, Global Asset and Operations Services, Accenture, Tracey Countryman menyebutkan bahwa saat ini biaya teknologi komputasi relatif lebih murah daripada sebelumnya, serta solusi Mobile and Internet of Things lebih mudah dilakukan. “Dengan demikian perusahaan minyak dan gas bumi harus bergerak melampaui proyek percobaan teknologi digital baru menuju pada penerapan skala untuk melihat manfaat digital. Mereka kemudian akan melihat pengurangan biaya operasional yang signifikan dan potensi transformasi bisnis yang dapat dimungkinkan oleh teknologi ini,”kata Tracey.
Untuk diketahui, riset Accenture Connected Refinery melibatkan lebih dari 200 eksekutif, pemimpin dan insinyur di perusahaan minyak dan gas bumi di seluruh dunia, termasuk di Asia Tenggara. Riset ini menunjukkan bahwa lebih dari separuh responden (57 persen) mengatakan bahwa secara keseluruhan tingkat investasi digital mereka saat ini secara umum lebih besar (bahkan secara signifikan) dibandingkan 12 bulan yang lalu.
Tiga Aspek Terbesar Dari Dampai Teknologi Digital
Ketika diminta untuk mengidentifikasi teknologi digital yang mungkin mempunyai dampak terbesar dalam kinerja operasional, responden paling sering menyebut: analisis (74 persen), keamanan digital (41 persen) dan mobilitas (38 persen). Dengan adanya aspek keamanan siber dalam tiga investasi prioritas menunjukkan bahwa perusahaan minyak dan gas bumi berusaha untuk mengimbangi risiko serangan siber yang mempunyai potensi lebih besar jika adanya transformasi digital di industri minyak dan gas bumi. Beberapa area investasi bisnis terkini dan yang tengah direncanakan untuk meningkatkan konektivitas digital termasuk di dalamnya adalah otomasi yang lebih banyak, memindahkan operasi ke Cloud, solusi seluler, AI dan robotika.
Komunitas bisnis global, termasuk di Indonesia, masih rentan terhadap serangan RCyber. Tim Respon Insiden Keamanan Indonesia mengenai Infrastruktur Internet (ID-SIRTII) melaporkan bahwa pada tahun 2016 terjadi peningkatan serangan siber sebesar 50 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Oleh karena itu, perusahaan minyak dan gas bumi yang mampu memimpin di masa depan adalah perusahaan yang sepenuhnya memanfaatkan data dan analisis besar dan secara paralel meningkatkan fokus pada langkah-langkah keamanan siber industri untuk mengimbangi risiko serangan siber yang lebih besar dengan adanya koneksi digital diantara para perusahaan minyak dan gas bumi.
“Dengan adanya peningkatan jumlah sistem dan perangkat terhubung yang berbagi data dalam rantai energi, skala dan dampak dari risiko serangan siber juga mengalami peningkatan,” Countryman mengatakan. “Berdasarkan sejarah, sistem eksekusi dan pengendalian perusahaan minyak dan gas diterapkan on-premise, dikelola secara lokal dan cukup terisolasi dibandingkan dengan sistem perusahaan. Dengan meningkatnya infrastruktur nirkabel yang menghubungkan orang dan mesin, dan aplikasi sistem eksekusi manufaktur yang beralih ke Cloud, langkah-langkah keamanan teknologi operasional yang baru sangat diperlukan. ”
Dengan adanya kebutuhan atas langkah-langkah baru, lebih dari sepertiga responden (36 persen) menyebutkan keamanan data sebagai penghalang utama diadopsinya sistem teknologi digital; Angka ini naik menjadi 50 persen di antara para profesional IT yang disurvei. Kekhawatiran mengenai keamanan siber juga tercermin dalam Accenture Technology Vision 2017. Ketika ditanya seberapa sering organisasi mereka memperbarui kebijakan dan kode keamanannya, responden dari sektor hilir mengatakan bahwa mereka memperbaruinya lebih sering daripada industri lain (per periode satu tahun atau kurang dari setahun).