Jakarta-TAMBANG. DPR sedang dalam proses melakukan revisi UU No 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu bara. Dalam kaitan dengan hal ini Perhipunan Ahli Pertambangan (Perhapi) bersama Indonesia Mining Institute (IMI) telah membentuk tim kerja. Tim inilah yang kemudian melakukan kajian.
Salah satu yang menjadi masukan dari Perhapi terkait pembentukan BUMN khusus yang menguasai tambang di Indonesia. Hal ini terkait dengan konsep penguasaan negara terhadap sumber daya pertambangan. Eva Armil, Ketua Tim Pengkajian Revisi UU Minerba Perhapi mengatakan dari sejarah dapat dilihat konsep penguasaan negara bisa dalam banyak bentuk seperti kontrak, izin dan tafsiran atau konsep-konsep tersebut tidak ada yang tunggal.
Namun kalau dilihat dari sejarah, ketika menggunakan mekanisme kontrak negara terseret dalam konflik. Kemudian diganti dalam izin dengan harapan negara lebih kuat dan tidak terseret-seret dalam urusan hukum. Namun yang terjadi tidak demikian seperti kasus Churchil Mining. Oleh karenanya Perhapi mengusulkan harus ada barrier, ada pemisah dimana Negara menjadi regulator saja.
Oleh karenany kita usulkan adanya BUMNK. “Bentuknya seperti apa memang belum dilakukan pengkajian lebih mendalam. Tetapi harapannya BUMNK inilah yang akan mengelola sumber daya tambang Indonesia khusus yang berstatus strategis dan vital,”terang Eva dalam sebuah acara diskusi di Jakarta, Senin (14/9).
Bentuknya tetap izin tetapi dalam bentuk konsesi seperti dalam UU Pemerintahan Daerah. Tetapi Izin tidak langsung turun ke Perusahaan seperti yang terjadi saat ini tetapi diturunkan ke BUMNK. “Sehingga negara akan aman dan tidak digugat,” terang Eva.
BUMN ini bakal menerbitkan izin bagi perusahaan tambang yang beroperasi di Indonesia. Dulu bahkan sudah pernah muncul dimana PTBA diamanatkan menjalankan peran ini. Namun sekarang itu sudah tidak mungkin lagi diterapkan karena saat ini PTBA sudah menjadi perusahaan terbuka dan tercatat di Bursa Efek Indonesia.
“BUMN Khusus ini menjadi holding dari seluruh konsesi tambang. BUMN ini bukan bagian dari pemerintah. Bukan seperti SKK Migas (Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi,” kata Eva.
Sifat dari kerjasama BUMK dengan perusahaan tambang tetap perdata. Selain menghindarkan terseretnya negara dalam konflik pertambangan, model ini juga diyakini mampu meminimalisir kebocoran penerimaan negara dari sektor pertambangan karena BUMNK inilah yang akan berkontrak dengan perusahaan. Dan BUMNK yang akan membayar royalti, kewajiban ini ada di BUMN sehingga kebocoran penerimaan negara bisa teratasi.
Eva juga mengingatkan DPR agar semangat dari revisi UU Minerba tidak semata untuk mengakomodir perubahan UU Otonomi daerah. Perhapi mencatat beberapa hal mulai dari aspek kepastian hukum, pembentukan BUMK, penggolongan jenis tambang, kemanfaatan untuk daerah, aspek tumpang tinding regulasi baik vertical maupun horizontal dan aspek penyederhanaan perizinan. “Perlu ada pendekatan yang holistik dan tidak hanya karena emosi sesaat,” kata Eva.
Menurut Eva rancangan pertama sudah disampaikan ke Sekretariat Jenderal DPR RI sementara yang final belum. “Rencananya dalam waktu dekat akan disampaikan karena sudah dilakukan 3 kali FGD dan satu kali workshop minggu depan,” kata Eva.
Mercy Chriesty Barend dari Komisi VII Fraksi PDIP memastikan akhir tahun ini revisi UU Minerba akan masuk ke Badan Legislasi. “Kita upayakan agar ditingkat komisi tuntas pembahasannya sehingga ketika masuk ke Badan Legislasi sudah tidak banyak yang dibahas dan tinggal harmonisasi. Sebenarnya kalau cepat memasuki Oktober pembahasan dengan pihak terkait sudah selesai maka akhir Oktober sudah bisa masuk ke Badan Legislasi,” kata Mercy.