Jakarta – TAMBANG. Rencana investasi hulu migas tahun 2016 menurun akibat melemahnya harga minyak dunia. Pada tahun 2016, rencana investasi hulu migas ditetapkan sebesar US$ 16,0 miliar, atau kembali menurun dibandingkan dengan rencana tahun 2015 sebesar 14.9%.
Menurut catatan Office of Chief Economist PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk, penurunan harga minyak yang mulai terjadi sejak semester II tahun 2014 membuat SKK Migas bersama KKKS (Kontraktor Kontrak Kerja Sama) merevisi rencana investasi migas di tahun 2015 menjadi US$ 18,8 miliar atau turun sebesar 18,2% dibandingkan dengan rencana sebelumnya. Padahal investasi migas tahun 2015 yang disusun dengan asumsi harga minyak US$105 per barel direncanakan mencapai US$ 22,23 miliar pada tahun tersebut.
Dampak penurunan yang paling terlihat adalah pada belanja investasi untuk kategori pengembangan dan eksplorasi. Nilai investasi KKKS untuk pengembangan lapangan di work programm & budget (WP&B) 2016 menurun sebesar US$ 1.46 miliar atau sebesar 39% dari WP&B 2015.
Rencana investasi untuk produksi migas pun menurun sebesar 9,7% dari US$ 12,8 miliar menjadi US$ 11,6 miliar. Hal tersebut tercermin dari jumlah kegiatan yang berkaitan dengan eksplorasi dan pengembangan yang menurun signifikan.
Jumlah kegiatan seismik 2D (dua dimensi) dan 3D (tiga dimensi) masing-masing turun sebesar 13% dan 50%, dari 1.082 menjadi 941 kegiatan seismik 2D dan dari 6.318 menjadi 3.148 kegiatan seismik 3D. Begitu pula dengan kegiatan pengeboran sumur eksplorasi dan sumur pengembangan yang turun masing-masing sebesar 11% dan 6%, dari 38 menjadi 34 kegiatan pengeboran eksplorasi dan dari 505 menjadi 476 kegiatan pengeboran pengembangan.
Namun ada kegiatan yang jumlahnya meningkat, yaitu kegiatan yang bersifat mempertahankan tingkat produksi sumur -sumur minyak yang sudah ada, seperti: work over dan well services. Kegiatan work over meningkat dari 1.146 menjadi 1.196 kegiatan dan kegiatan well services meningkat dari 35.546 menjadi 35.571 kegiatan.
Harga minyak pada akhir tahun 2014 turun ke US$ 57,3 per barel, atau menurun sebesar 47% dibandingkan harga pembukaan awal tahun yang sebesar US$ 107,8 per barel.