Jakarta-TAMBANG. Para pengusaha smelter yang tergabung dalam Asosiasi Perusahaan Industri Pengolahan dan Pemurnian Indonesia (AP3I) mendesak kepada pemerintah untuk mengkaji ulang wacana relaksasi ekspor mineral mentah.
AP3I menyampaikan penolakannya terhadap rencana pembukaan kembali ekspor tambang mentah yang sempat dilontarkan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said beberapa waktu lalu. Bila wacana relaksasi tetap dipaksakan maka akan mengancam investasi disektor smelter sebesar US$12 Miliar.
“Pokok masalah ada dua. Yaitu menjaga iklim investasi yang sudah dirintis dan menanggapi masalah isu atau wacana relaksasi di bidang mineral mentah atau ore. Kami sudah memberikan masukan dan rumusan jalan keluar dari situasi dilematis industri mineral saat ini,” ujar Ketua Umum AP3I Prihadi Santoso usai mengunjungi Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) di Jakarta, Jumat (4/3).
Menurutnya, hal ini dimaksudkan agar investasi smelter senilai US$12 miliar yang sudah ditanam tak sia-sia. Pemerintah harus segera mengambil kebijakan untuk mengatasi hal ini. Salah satunya adalah dengan kembali menerbitkan paket kebijakan ekonomi mengenai program hilirisasi ekspor mineral.
“Solusi harusnya terangkum dalam paket deregulasi pemerintah. Sebelumnya kan sudah ada 10 paket deregulasi yang telah dikeluarkan. Intinya jangan sampai merugikan sektor lain. Kami harap KEIN akan berkoordinasi dengan sektor usaha lain dan pemerintah,” tegasnya.
Senada dengan Prihadi, Jonathan Handojo, Wakil Ketua Umum AP3I menyebutkan, bila keran ekspor tambang mentah kembali dibuka, maka tidak adil bagi perusahaan yang selama ini sudah membangun smelter. Ada 24 smelter telah selesai dibangun dan belasan proyek tengah dalam progres.
Jonathan menilai alasan dari wacana relaksasi ekspor mineral kurang bisa diterima akal sehat.
“Investor seharusnya dari awal kan sudah menyiapkan dana investasi. Masa di tengah jalan minta jual ore karena dananya kurang. Ini kan enggak jelas. Ngapain pemerintah ladenin mereka?” tegas Jonathan.
Pada sisi lain, rencana relaksasi yang akan dimasukkan dalam revisi UU Minerba tersebut akan membuat Indonesia dikenal sebagai negara yang memiliki ketidakpastian hukum. Karena dalam waktu beberapa tahun, bisa melakukan revisi atas UU.
“Apa kata dunia, Indonesia mudah ubah UU. Kalau begitu ceritanya, Indonesia dipermalukan. Siapa yang usul, tidak ada satupun dari kami?,” tukasnya.
Parahnya lagi, kata dia sebagian besar investasi smelter berasal dari luar negeri dan saat ini terancam setelah adanya wacana tersebut.
“Celakanya investasi smelter senilai US$12 miliar ini sebagian besar dari luar negeri loh. Jadi kita malah mencoreng muka sendiri,” pungkasnya.