Jakarta, TAMBANG – PT Ceria Nugraha Indotama (CNI) tengah membangun pabrik pengolahan dan pemurnian bijih nikel (smelter) dengan teknologi High Pressure Acid Leaching (HPAL) berkapasitas 308 ribu ton Mix Hydroxide Precipitate (MHP) per tahun.
Presiden Direktur CNI, Derian Sakmiwata menyebut proyek ditargetkan selesai pada tahun 2026.
“Perusahaan akan membangun dua fase bijih nikel kadar rendah atau limonite menggunakan teknologi HPAL dengan output MHP berjumlah 308 ribu ton per tahun. Target pengolahan HPAL akan kami selesaikan tahun 2026,” ujar Derian dalam Mining and Finance Forum, dilansir Sabtu (11/3).
Kata Derian, kapasitas produksi tersebut setara dengan 124 ribu ton logam nikel dan 12.500 ton kobal per tahun. “Atau setara 124 ribu ton logam nikel,” imbuh Derian.
Dalam paparannya, dia juga menjelaskan proses pengolahan bijih nikel limonite menjadi MHP. Melalui teknologi HPAL, nikel diolah dan disatukan dengan cairan kimia.
Teknik ini berbeda dengan pemurnian bijih nikel kadar tinggi atau saprolit yang menghasilkan nikel pig iron (NPI), nikel matte dan feronikel (FeNi). Proses ini menggunakan teknologi pirometalurgi seperti Rotary Kiln Electric Furnance (RKEF) dengan cara dipanaskan.
“HPAL proses ekstraksi nikelnya itu diambil dengan cara digabungkan dengan cairan kimia. Produknya berupa bubuk. Ini harus diproses lagi sebelum menjadi bahan baku baterai,” ujarnya.
Pabrik yang masuk Proyek Strategis Nasional (PSN) dari pemerintah ini telah mengantongi Perjanjian Jual Beli Listrik (PJBL) dengan PLN. Kata Derian, kapasitas listriknya mencapai 350 Mega watt (MW).
“Adapun dukungan yang kita dapat dalam merealisasikan projek ini kami mendapat dukungan dari PLN, dan telah mendatangi surat perjanjian sebesar 350 MW,” bebernya.
Menurut dia, ekspansi bisnis ke bahan baku baterai ini dilakukan lantaran perusahaan memiliki sumber daya yang mumpuni. Juga sebagai komitmen CNI dalam mendukung percepatan ekosistem Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB) sebagaimana program pemerintah dalam transisi energi.
“Ceria berkomitmen membangun pabrik itu tidak sampai feronikel, kita juga berkomitmen sampai pada tahap prekursor. Kenapa? Karena resources-nya ada dan kita mampu,” imbuhnya.
Saat ini CNI juga sedang membangun smelter berteknologi RKEF di Blok Lapao-Pao, Wolo, Kolaka, Sulawesi Tenggara. Smelter berskala besar tersebut dibangun dengan 4 jalur produksi, kapasitasnya mencapai 252 ribu ton feronikel per tahun.
“Saat ini Ceria sedang menyelesaikan pembangunan jalur satu. Hasil dari proses ini disebut feronikel untuk kebutuhan baja tahan karat atau stainless steel,” pungkasnya.
Derian menuturkan, smelter RKEF ditargetkan rampung pada pertengahan tahun depan. “Ditargetkan RKEF yang satu ini akan selesai tahun depan pertengahan 2024,” pungkasnya.