Jakarta-TAMBANG. Hilirisasi disektor batu bara harus diakui belum mengalami kemajuan. Berbagai program mulai dari gasifikasi, pencairan batu bara dan upgrading kadang hanya berjalan di tahapan ujicoba. Ketika dikembangkan ke skala industri banyak yang gagal.
Kali ini salah satu perusahaan tambang batu bara Indonesia PT Bukit Asam, Tbk (PTBA) kembali memulai langkah baru sebagai upaya peningkatan nilai tambah batu bara. Langkah ini dimulai dengan penandatanganan kontrak kerja sama dengan PT Pertamina (Persero), PT Pupuk Indonesia (Persero) dan PT Chandra Asri Petrochemical Tbk untuk hilirisasi batu bara, Jumat (8/12).
Lewat kerja sama ini batu bara yang diproduksi PT Bukit Asam akan diubah menjadi beberapa produk akhir yang memiliki nilai ekonomis lebih tinggi dengan menggunakan teknologi gasifikasi.
Dalam paparannya, Direktur Utama PTBA Arviyan Arifin menjelaskan perusahaan akan mendirikan pabrik dengan teknologi gasifikasi untuk mengkonversi batu bara muda menjadi syngas. Syngas ini selanjutnya akan diolah menjadi sejumlah produk turunan lain yakni Dimethyl Ether (DME) sebagai bahan bakar, urea sebagai pupuk dan polypropylene sebagai bahan baku plastik.
“(Gasifikasi) ini memberi nilai tambah pada batubara,” tandasnya disela penandatangan head of agreement di Hotel Grand Hyatt, Jakarta, Jumat (8/12).
Pabrik pengolahan gasifikasi batu bara itu akan dibangun di dekat tambang milik perusahaan sehingga dapat memangkas biaya transportasi. Tidak hanya itu perusahaan akan membangun kawasan khusus yang disebut Kawasan Bukit Asam Coal Based Industrial Estate (BACBIE). Dan PTBA berencana kawasan tersebut menjadi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).
Apabila KEK jadi dibangun dan diizinkan pemerintah, maka industri hilirisasi batu bara tersebut akan menjadi yang pertama dan terbesar di Indonesia. Kawasan yang disiapkan Bukit Asam akan berada satu lokasi dengan Pembangkit ListriK Tenaga Uap (PLTU) Sumsel 8.
Pabrik ini nantinya diharapkan menghasilkan 500 ribu ton urea per tahun, 400 ribu ton DME per tahun dan 450 ribu ton Polypropylene per tahun. Kesemua produk tersebut akan diserap oleh tiga perusahaan mitra yakni PT Pertamina (Persero), PT Pupuk Indonesia (Persero) dan PT Chandra Asri Petrochemical Tbk.
Dengan target produksi sebesar itu, diperkirakan kebutuhan batu bara sebagai bahan baku sebesar 9 juta ton per tahun termasuk untuk mendukung kebutuhan batu bara bagi pembangkit listriknya.
Arvian dalam kesempatan itu juga memastikan bahwa produk yang dihasilkan bisa lebih memberikan suatu nilai tambah bagi perusahaan perusahaan tersebut. Pasalnya, semua kebutuhan listrik dan segala sesuatunya didukung oleh pasokan batu bara yang melimpah.
Sebagai tindak lanjut dari kerja sama itu, pihaknya bersama Pertamina, Pupuk Indonesia dan Chandra Asri Petrochemical akan membentuk joint venture untuk membangun pabrik pengolahan gasifikasi batu bara. Pabrik ini ditargetkan dapat mulai beroperasi pada 2022 mendatang. Sementara pasca kesepkakatan ini, perusahaan akan mulai melakukan studi kelayakan.
Sementara itu Direktur Utama PT Pupuk Indonesia (Persero) Aas Asikin mengakui kerja sama hilirisasi batu bara ditargetkan dapat menghasilkan gas dengan harga yang lebih kompetitif. Sebab, menurut Aas, salah satu tantangan di industri Pupuk saat ini adalah masih tingginya harga gas yang merupakan bahan baku untuk pupuk.
Dalam nada yang hampir sama Presiden Direktur PT Chandra Asri Petrochemical Tbk Erwin Ciputra mengatakan, polypropylene yang akan dihasilkan dari proses hilirisasi nanti akan membantu memenuhi kebutuhan polypropylene di dalam negeri. “Saat ini produksi polypropylene belum mencukupi kebutuhan dalam negeri sehingga kerja sama ini akan mengurangi impor,” terang Erwin.