Jakarta, TAMBANG – Proyek hilirisasi batu bara PT Bumi Resources Tbk (BUMI) dipastikan tetap berjalan dengan menggandeng perusahaan asal China. Hal tersebut diungkapkan Direktur sekaligus Sekretaris Perusahaan, Dileep Srivastava.
“Rencana hilirisasi Group BUMI terus disiapkan dengan calon mitra strategis dari China,” ungkap Dileep dalam keterangannya, dikutip Kamis (29/2).
Dileep menyebut, proyek mandatori tersebut akan memasuki tahap financial closing yang ditargetkan rampung tahun ini. Setelah itu, lanjut Dileep, baru akan masuk pada fase konstruksi.
“Tahun ini ditargetkan dapat dilaksanakan financial closing untuk siap ke tahapan selanjutnya, konstruksi,” terangnya.
Dia tidak menyebut nominal dana untuk pembiayaan dan perusahaan calon mitra strategis dalam proyek hilirisasi ini. Namun, pihaknya memastikan bahwa hilirisasi batu bara memiliki nilai keekonomian yang signifikan lewat berbagai macam insentif.
“Secara perhitungan keekonomian proyek hilirisasi ini adalah sensitif terhadap harga jual produk dan beberapa peraturan pemerintah antara lain PNBP Batubara 0%, izin harga batu bara khusus, tax holiday dan beberapa insentif lainnya,” jelasnya.
Proyek hilirisasi ini akan dilakukan oleh kedua anak usahanya yaitu PT Kaltim Prima Coal (KPC) dan PT Arutmin Indonesia (Arutmin).
“Anak usaha BUMI senantiasa berusaha melaksanakan hilirisasi batu bara ini sesuai dengan amanat peraturan yang berlaku di Indonesia,” beber dia.
KPC dan Arutmin sedianya akan melakukan hilirisasi batu bara menjadi DME dan metanol. Namun, sempat beredar kabar bahwa KPC lebih tertarik mengembangkannnya menjadi ammonia setelah kepergian Air Products and Chemicals Inc.
Proyek hilirisasi batu bara merupakan program yang wajib dilakukan oleh perusahaan batu bara eks PKP2B sebagai persyaratan perpanjangan kontrak menjadi IUPK.
Ada 11 perusahaan yang mendapat mandat ini yaitu PT Adaro Indonesia, PT Kideco Jaya Agung, PT Arutmin Indonesia (Arutmin), PT Kaltim Prima Coal (KPC), PT Bukit Asam Tbk (PTBA), PT Multi Harapan Utama (MHU), PT Megah Energi, PT Thriveni, PT Kendilo Coal Indonesia, PT Berau Coal dan PT Kaltim Nusantara Coal.