Jakarta,TAMBANG, Program Biodiesel mulai dari B20 sampai B30 menjadi salah satu program yang dibanggakan Presiden Joko Widodo. Ini juga yang disampaikannya dalam Pidato di Sidang Tahunan hari ini Jumat, (14/8). Bahkan Presiden mengatakan bahwa program B100 sedang uji produksi dan akan menyerap minimal 1 juta ton kelapa sawit petani untuk kapasitas produksi 20 ribu barel per hari.
Sayanganya program ini belum dirasakan manfaatnya oleh petani khusus petani sawait swadaya. Dalam diskusi Webinar bertema Monopoli Mata Rantai oleh Industri Biodiesel dalam Program B30, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS), Mansuetus Darto. Dengan tegas Ia mengatakan program biodiesel ini hanya menguntungkan korporasi besar.
Mansuetus kemudian menjelaskan tentang berbagai regulasi yang memayungi kebijakan biodiesel. Termasuk keberadaan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP-KS). Dalam susunan Dewan pengarah BPDP-KS yang ditetapkan melalui Permenko perekonomian No.134/2020 hanya memasukan perwakilan dari pihak yang terafiliasi dengan perusahan-perusahan sawit besar seperti Sinar Mas, Wilmar Group, Gama Plantation, dan Tri Putra Group.
“Sehingga terjadi ketidakadilan dalam alokasi dana BPDP-KS dan program-program BPDP-KS yang hanya menguntungkan perusahaan-perusahaan besar dan sangat merugikan petani-petani sawit swadaya,”tandas Mansuetus.
Ia juga menyebutkan bahwa dalam rentang waktu 2015-2019 realisasi penggunaan dana dari pungutan ekspor sawit berjumlah Rp.33,6 triliun. Dari jumlah tersebut 89.86% dialokasikan untuk insentif biodiesel sedangkan untuk Program Peremajaan Sawit Rakya hanya 8.03%. Kemudian sisanya dialokasikan untuk Pengembangan dan penelitian, Sarana Produksi Pertanian, Promosi Kemitraan, dan Pengembangan SDM yang tidak sampai 1%.
“Oleh karena itu, Presiden perlu meninjau ulang BPDP-KS untuk menjadikan lembaga ini independen dan tidak terkoptasi oleh konglomerat sawit. KPK dan BPK juga harus melakukan audit bagi BPDP-KS dan penerima dana subsidi sawit karena diduga merugikan negara,”tandasnya lagi.
Mewakili petani Mansuetus meminta porsi Petani untuk memasok untuk biodiesel naik secara bertahap sebesar 30% sehingga pada tahun ke-4 sebesar 100% dari petani sawit. “Dengan menerima petani dalam rantai pasok biodiesel akan membantu meningkatkan kesejahteraan petani sawit sebesar 30%,”tambahnya.
Sementara Ricky Amukti, Manager Research Biodiesel Traction melihat ada tiga persoalan dalam industri biodiesel saat ini. Pertama, persoalan ekonomi Biodiesel yakni B30 akan menghadapi defisit CPO di tahun 2023. Ia juga menyebutkan bahwa sampai sekarang petani belum mendapatkan manfaat ekonomi dari program ini. Belum lagi masih ada gap harga antara harga solar dan biodiesel.
Persoalan ketua terkait persoalan lingkungan yakni deforestasi dan belum ada kewajiban menggunakan methane capture untuk mengurangi polusi. Lalu masalah ketiga terkait sosial yakni akan menimbulkan konflik sosial. “Sehingga perlu adanya evaluasi menyeluruh kebijakan dari program biodiesel dari hulu ke hilir untuk mencegah defisit biodiesel, harmonisasi kebijakan antar kementrian dan Lembaga terkait,”tandasnya.
Ia juga mendorong untuk dilakukan peta jalan kebijakan biodiesel, memberlakukan insentif dan subsidi bersyarat kepada perusahaan dengan bermitra dengan petani sawit serta mempertimbangkan potensi bahan baku biodiesel yang lain.
Anggota Komisi IV DPR-RI, Ansi Lema yang juga hadir mengapresiasi kebijakan Presiden berkaitan dengan transformasi energi dari fosil menjadi energi terbarukan. Salah satunya memanfaatkan kelapa sawit. “Tetapi industri biodiesel harus berdampak pada kesejahteraan petani sawit dan tidak menyebabkan permasalahan ekologi akibat ekspansi lahan sawit,”tandas anggota DPR dari Fraksi PDIP ini.
Ia menyampaikan komitmennya untuk menyuarakan kepentingan petani sawit dalam rapat-rapat dengan eksekutif khusus Kementrian Pertanian.
Sementara Wakil Bupati Musi Banyuasin, Beni Hernedi mengatakan Kabupaten Musi Banyuasin merupakan salau satu daerah penghasil kelapa sawit di Sumatera Selatan. Hal yang saat ini sedang Pemerintah Kabupaten adalah program hlirisasi komoditas dan komitmen sustainibilty untuk menuju sawit sebagai sumber energi baru dan terbarukan.
“Sebagai daerah penghasil kami meminta pemerintah pusat untuk membuat kebijakan agar fokus kerja dan alokasi anggaran BPDP-KS pada daerah penghasil sawit dan melibatkan pemerintah daerah dalam pengambilan kebijakan program terkait industri kelapa sawit,”tandasnya.
Pemda Banyuasin dalam RPJMD akan terus mendorong kemitraan antara perusahaan dan petani-petani swadaya sebagai langkah untuk untuk stabilisasi harga kelapa sawit.