Dalam beberapa hari ini pergerakan saham PT J Resources Asia Pasifik,Tbk (PSAB), salah satu produsen emas mengalami penguatan. Padahal harga emas di pasar cenderung melemah. Fenomena ini kemudian menimbulkan kecurigaan di sebagian kalangan. Para pihak ini meragukan bisnis pertambangan emas perseroan khusus terkait kinerja produksi yang meningkat tajam melebihi target produksi yang ditetapkan awal tahun. Muncul dugaan penguatan saham tersebut karena ada intervensi manajemen perseroan.
“Kenaikan harga saham PSAB itu karena mekanisme pasar, bukan kebijakan kami selaku manajemen perseroan. Kami hanya mengupayakan agar bisnis perseroan dapat berjalan lancar dan berkinerja baik dari waktu ke waktu,” demikian Direktur PSAB Edi Permadi.
Edi pun menjelaskan bahwa perseroan sepanjang Januari-November 2014 telah memproduksi emas lebih dari 205.000 troy ounce, atau melebihi target produksi 2014 yang ditetapkan pada awal tahun sebanyak 200.000 troy ounce. Emas ini berasal dari empat tambang milik perseroan yakni di Seruyung, Kalimantan Utara, Bakan dan Lanut di Sulawesi Utara, serta satu tambang di Penjom, Malaysia.
“Peningkatan produksi emas yang signifikan ini dikontribusikan oleh dua smelter kami yang telah dioperasikan di Bakan sejak Desember 2013 dan Seruyung sejak Januari 2014 lalu,” kata Edi. Pembangunan kedua smelter ini merupakan kebijakan perseroan seiring dengan tuntutan pemerintah agar setiap perusahaan pertambangan mendirikan smelter untuk mengolah hasil tambang agar hasil tambang yang akan diekspor tersebut memiliki nilai tambah.
Edi lebih jauh menerangkan jika dibandingkan dengan produksi emas perseroan pada 2013 lalu sebanyak 66.957 troy ounce, maka produksi emas perseroan sepanjang Januari-November 2014 mengalami lonjakan pertumbuhan 300%. “Sejak dipublikasikannya lonjakan volume produksi emas yang signifikan itu, banyak pihak yang tertarik untuk berinvestasi di perusahaan yang kami kelola saat ini. Umumnya mereka berupaya menghubungi pemegang saham pendiri perusahaan yang juga merupakan pemegang saham mayoritas,” terang Edi.
Meski demikian, menurut Edi, para pihak tersebut mengalami kesulitan untuk berinvestasi atau menjadi pemegang saham perseroan karena pihak pemegang saham mayoritas enggan melepas kepemilikannya di PT J Resources Asia Pasifik Tbk. “Karena itu, saham-saham kami sebanyak 391.749.414 lembar saham yang ditransaksikan oleh investor publik di BEI menjadi target incaran mereka sehingga kondisi itu memicu kenaikan harga saham PSAB di pasar modal Indonesia,” jelasnya lagi.
Jika banyak kalangan yang mempertanyakan mengapa PSAB dapat membukukan keuntungan US$14,87 juta per September 2014 ditengah kelesuan harga emas saat ini dan perusahaan emas lainnya banyak mengalami penurunan laba hingga 90%, Edi mengemukakan, manajemen PSAB memiliki kebijakan, kendati harga emas turun drastis, efisiensi dalam hal penambangan emas perseroan harus terus dilakukan. Penerapan efisiensi ini diantaranya dengan teknologi tinggi agar biaya operasional dan penambangan untuk memperoleh per troy ouce emas ditekan semaksimal mungkin. Hasilnya meski menjual emas di harga terendah sekalipun, perseroan masih tetap memperoleh selisih harga yang merupakan keuntungan perseroan.
Sementara terkait rencana manajemen PSAB melakukan emisi obligasi dan/atau pembiayaan lainnya dari pihak ketiga senilai setara dengan US$300 juta melalui anak usaha PT Sago Prima Pratama, Edi menjelaskan emisi dan/atau pembiayaan lainnya dari pihak ketiga tersebut bertujuan untuk melunasi kredit sindikasi senilai US$275 juta kepada bank-bank pemberi kredit sindikasi, yaitu Indonesia Eximbank, Bank ICBC, Bank Permata, Bank QNB dan Qatar National Bank S.A.Q.
Selain itu emisi obligasi tersebut juga untuk membiayai pengembangan aset-aset PSAB lainnya, yaitu aset PT Gorontalo Sejahtera Mining dan aset PT Arafura Surya Alam, guna memperbesar nilai tambah (additional value) bagi para Pemegang Saham PSAB.
Seperti diketahui, perseroan melalui anak-anak usahanya pada 14 November 2013 memperoleh kredit sindikasi senilai US$275 juta dari sindikasi perbankan yang terdiri dari Indonesia Eximbank, PT Bank ICBC Indonesia, PT Bank Permata Tbk, PT Bank ONB Kesawan Tbk dan Qatar National Bank S.A.Q. Kredit sindikasi tersebut digunakan untuk membiayai pembangunan fasilitas produksi emas di Seruyung, Kalimantan Utara dan Bakan, Sulawesi Utara serta peningkatan kapasitas produksi emas di Penjom, Malaysia. Selain itu, kredit sindikasi itu juga untuk melunasi sisa utang perseroan kepada PT Bank CIMB Niaga,Tbk (BNGA) dan Indonesia Eximbank (Bank Exim). Pelunasan itu dilakukan pada 20 November 2013.
Oleh karenanya menurut Edi rencana emisi obligasi dan/atau pembiayaan lainnya dari pihak ketiga senilai setara dengan US$300 juta tersebut bukan untuk melunasi utang perseroan kepada Bank CIMB Niaga karena perseroan sebelumnya telah melunasi utang tersebut. Emisi obligasi tersebut tidak ada masalah ataupun janggal karena kami melaksanakannya secara terbuka serta meminta izin terlebih dahulu kepada para pemegang saham. “Dan pelaporan mengenai tujuan dari emisi dan/atau pembiayaan lainnya dari pihak ketiga tersebut dapat dilihat di Keterbukaan Informasi yang telah kami lakukan pada tanggal 10 Oktober 2014 dan tanggal 11 Desember 2014 di harian Suara Pembaruan dan juga sudah kami laporkan kepada publik melalui IDXnet” tandas Edi.
Rencana penerbitan surat utang dan/atau memperoleh pembiayaan lainnya dari pihak ketiga tersebut telah disetujui oleh para Pemegang Saham PSAB, melalui Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa PSAB yang diadakan pada 15 Desember 2014.