Beranda ENERGI Migas Polisi Harus Tindak Tegas Pada Penambang Minyak Ilegal

Polisi Harus Tindak Tegas Pada Penambang Minyak Ilegal

Jakarta-TAMBANG. Kegiatan eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi tidak bisa dilakukan secara perorangan maupun kelompok orang, baik  di wilayah kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) maupun di lahan milik sendiri. Siapa saja yang melakukan kegiatan penambangan minyak secara perorangan, apalagi  dengan menyerobot sumur milik negara, melanggar Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.

 

“Polisi harus mengambil tindakan tegas terhadap pelaku pengeboran minyak ilegal.  Itu sudah menjadi tugas kepolisian baik  diminta ataupun tidak diminta karena hal itu adalah bagian dari Nawacita yang disampaikan Presiden Jokowi bahwa negara harus hadir  di tengah masyarakat,” ujar Brigadir Jenderal (Polisi) Supriyanto Tarah, Asisten Deputi Koordinasi Penanganan Kejahatan Nasional dan Kejahatan Terhadap Kekayaan Negara, Kementerian Politik Hukum dan Keamanan (Kemenpolhukham) di Jakarta.

 

Menurut Supriyanto, jika kegiatan pembukaan sumur yang sudah ditutup kemudian dibiarkan, akan menjadi preseden buruk dan akan diikuti oleh oknum-oknum petambang lain di sumur-sumur lainnya. Karena itu, tindakan tegas harus benar-benar dijalankan dan tahun 2017 harus benar-benar zero illegal drilling seperti harapan kepala negara.

 

Seperti diberitakan sebelumnya, Tim Terpadu bentukan Gubernur Sumatera Selatan pada Selasa (21/11) menertibkan 20 sumur minyak yang ada di wilayah Mangunjaya, Kecamatan Babattoman, Kabupaten  Musi Banyuasin. Sesuai SK Gubernur Sumsel tanggal 13 November 2017, SubTim Terpadu pengambilalihan dan penutupan sumur minyak di Mangunjaya dibawah pimpinan Kapolres Muba AKBP Rachmat Hakim mengerahkan hampir 500 kekuatan untuk menutup 20 sumur minyak. Ini adalah tahapan terakhir yang dilakukan pemerintah daerah dari total 104 sumur milik negara yang berada di wilayah kerja Pertamina EP Asset 1, anak usaha PT Pertamina EP, yang berada di Mangunjaya, Kecamatan Babattoman dan  Kecamatan Keluang, Muba.

 

Tim Terpadu beranggotakan Polres Muba, Kodim Muba, Satpol PP Muba, Kejaksaan Negeri Muba, Dinas ESDM Sumsel, dan Pertamina EP Asset 1 Field Ramba. Tim berhasil menutup 20 sumur, beberapa di antaranya termasuk perobohan stagger atau tripod (tiang penyangga untuk mengebor minyak). Namun, beberapa sumur tak bisa dilakukan perobohan stagger karena ada penolakan dari petambang liar. Bahkan, sehari setelah dilakukan penutupan, ada dua sumur yang dibuka kembali oleh petambang liar.

 

Supriyanto mengatakan atas pembukaan kembali sumur minyak yang sudah ditutup di Mangunjaya, pelakunya harus ditindak tegas. Pasalnya, tindakan tersebut tidak saja melanggar UU Migas tetapi juga bisa dijerat dengan Undang-Undang Pidana. “Tanggungjawab untuk melakukan tindakan tegas tersebut berada dalam kewenangan pihak kepolisian,” ujarnya.

 

Dia juga mengaku mendapatkan informasi soal stagger yang masih berdiri pada beberapa sumur yang dilakukan penertiban oleh Tim Terpadu. Seharusnya semua yang terkait dengan kegiatan illegal drilling, lanjut Supriyanto, harus menjadi barang bukti (BB). “Seluruh properti harus diamankan, disimpan, dan dibersihkan dari lokasi sumur dan tidak ada yang tersisa. Tetapi mungkin ada pertimbangan lain dari Kapolres setempat sehingga stagger masih ada yang tidak diturunkan. Itu akan menjadi salah satu bahan evaluasi kami nanti,” ujarnya.

 

Satya W Yudha, Wakil Ketua Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat, setuju terhadap langkah tegas terhadap pelaku penyerobot sumur minyak milik negara yang berada di wilayah kerja KKKS. Masyarakat  tidak bisa begitu saja mengebor tanpa izin dari KKKS. “Tindakan itu merupakan ilegal sehingga aparat keamanan setempat atas nama negara bisa menutup kegiatan ilegal tersebut,” ujarnya.

 

Menurut Satya, petambang liar perlu mendapatkan sosialisasi dari pemerintah daerah, SKK Migas, dan KKKS agar  paham terhadap dampak dampak keselamatan kerja bila nekad mengebor minyak di sumur milik negara. Apabila  masih berkukuh menyerobot dan menambang secara liar dapat  langsung penegakan hukum. “SKK Migas bisa berkoordinasi dengan Panglima TNI dan Kapolri untuk mengamankan objek vital nasional,” ujarnya.

 

Menurut Supriyanto, kegiatan eksplorasi dan eksploitasi migas harus memenuhi ketentuan teknis terkait proses pengambilan minyak, terutama aspek keselamatan kerja juga terkait aspek lingkungan yang diakibatkan oleh kegiatan tersebut. Apalagi, ketentuan kegiatan pengusahaan migas cukup ketat sehingga dipayungi regulasi dan tidak bisa dilakukan oleh sembarang perusahaan. “Kegiatan ini harus dilakukan oleh perusahaan yang sudah memiliki pengalaman dan reputasi, baik dari sisi teknis maupun keselamatan kerja dan pemeliharaan lingkungan,” katanya.

 

Kegiatan pengeboran minyak ilegal yang terjadi di beberapa wilayah di Indonesia cukup meresahkan. Selain merugikan negara, dampak buruk dari kegiatan tersebut sudah dirasakan oleh para petambang liar. Kebakaran dan jatuhnya korban jiwa sudah sering terjadi. “Kami mengucapkan terima kasih kepada kepala daerah yang telah menunjukan komitmen dan kerjasama dalam kegiatan pemberantasan illegal drilling,” tambahnya.

 

Namun demikian, dari laporan yang diterima Kemenkopolhukham, lanjut Supriyanto, masih ada beberapa lokasi yang belum sepenuhnya selesai atau sudah selesai dilakukan penutupan tetapi sumur minyak kembali dibuka oleh para petambang. Karena itu, Kemenpolhukham akan menggelar rapat evaluasi bersama beberapa kepala daerah, baik gubernur maupun bupati, terkait klegiatan penanggulangan illegal drilling.

 

“Dalam waktu dekat kami akan rapat evaluasi untuk melihat daerah mana yang belum zero illegal drilling sehingga target kami sampai akhir tahun ini semua sudah benar-benar bersih (dari illegal drilling),” katanya.