Jakarta, TAMBANG, Pidato Presiden Joko Widodo pasca pelantikan di gedung DPR/MPR ternyata mampu memberi sentiment positif bagi pergerakan mata uang Rupiah terhadap USD. Dalam perdagangan hari ini rupiah ditutup menguat tajam di Rp. 14.075 per USD1 dari penutupan sebelumnya di Rp.14.139 per USD1. Dalam perdagangan besok Rupiah diperkirakan masih akan menguat di level Rp 14.050-14.115 per USD1.
Menurut Direktur PT Garuda Berjangka, Ibrahim pidato Presiden Joko Widodo mendapat respon positif pasar. Dalam pidato selama 15 menit tersebut Presiden yang akrab disapa Jokowi ini menitikberatkan pada peningkatan SDM dan reformasi birokrasi. Diantaranya memangkas jabatan struktural di pemerintahan dari yang tadinya 5 eselon menjadi 2 eselon yaitu eselon 1 dan 2. Langkah ini tentunya akan mengurangi beban APBN dikemudian hari.
Jokowi juga optimistis PDB Indonesia dapat mencapai USD7 triliun pada 2045 dan masuk lima besar ekonomi dunia dengan kemiskinan mendekati nol persen. Pasar pun ikut optimis bahwa ekonomi Indonesia dapat bergerak jauh lebih baik.
Di sisi lain pasar masih menunggu pelantikan para menteri yang akan menduduki pos-pos yang cukup vital yaitu pos yang membidangi masalah ekonomi terutama MenKeu, BUMN, ESDM dan Menko Perekonomian. Jokowi sendiri mengatakan banyak menteri baru yang professional dan ada 50% di luar partai politik.
Kemudian guna menopang program pemerintah dan antisipasi perang dagang dan Brexit, Bank Indonesia akan terus melakukan intervesi baik di pasar valas dan obligasi dalam perdagangan DNDF maupun kembali menurunkan suku bunga acuan apabila inflasi Indonesia masih stabil di area 3 persen. Tanggal 23-24 Oktober 2019 BI direncanakan akan menggelar Rapat Dewan Gubernur (RDG).
Sementara dari sisi eksternal ada beberapa faktor yang membuat Rupiah menguat. Diantaranya Perdana Menteri Inggris Boris Johnson yang akan kembali mencoba untuk menempatkan Brexit dalam pemungutan suara di parlemen pada hari Senin setelah ia dipaksa oleh lawan-lawannya untuk mengirim surat meminta penundaan dari Uni Eropa.
“Dengan hanya 10 hari tersisa sampai Inggris akan meninggalkan Uni Eropa pada 31 Oktober, perceraian kembali berantakan karena kelas politik Inggris berdebat tentang apakah akan pergi dengan kesepakatan, keluar tanpa kesepakatan atau mengadakan referendum lain,”terang Ibrahim.
Johnson juga disergap oleh para penentang di parlemen pada hari Sabtu yang menuntut perubahan urutan pengesahan perjanjian itu. Ini yang membuat perdana menteri terkena undang-undang yang menuntut dia meminta penundaan hingga 31 Januari.
Sementara di bidang perdagangan Sino-A.S., Wakil Perdana Menteri Tiongkok Liu He mengkonfirmasi bahwa Beijing dan Washington “telah membuat kemajuan besar dalam banyak aspek” dan bahwa mereka telah “meletakkan landasan penting untuk perjanjian fase satu.”
Liu menegaskan bahwa China “bersedia bekerja sama dengan AS untuk mengatasi masalah utama satu sama lain berdasarkan kesetaraan dan saling menghormati.”
Sementara ekspor Jepang jatuh untuk 10 bulan berturut-turut, akibat tidak hanya dari melemahnya ekonomi China, tetapi juga perselisihan yang semakin pahit dengan Korea Selatan mengenai keluhan sejarah, yang telah menyebabkan kedua negara memaksakan langkah-langkah pembatasan perdagangan.