Pahang, TAMBANG. PARA petani durian Malaysia mendesak pemerintahnya memberi aturan yang jauh lebih ketat terhadap tambang bauksit. Penambangan yang telah berlangsung, dan dihentikan sementara sejak Desember lalu, terbukti membuat petani bauksit menderita.
Para petani itu sebagian besar berasal dari Pahang, negara bagian tempat tambang bauksit itu berada. Mereka menggelar demo dengan menyusuri jalanan sepanjang 250 kilometer menuju gedung parlemen di Kuala Lumpur untuk memprotes tambang bauksit itu. Pahang juga dikenal sebagai pusat perkebunan buah Malaysia.
Sebagian lahan di Pahang telah berubah menjadi tambang bauksit, hasilnya dijual ke Cina. Penambangan bauksit makin menggila semenjak Pemerintah Indonesia menerapkan larangan ekspor mineral mentah, mulai Januari 2014.
Hanya dalam setahun, ekspor bauksit membengkak lebih dari 10 kali. Di sisi lain, ekspor bauksit itu membuat masalah baru. Terjadi pencemaran lingkungan akibat ceceran tanah bauksit yang meluber hingga sungai dan pantai, hal ini terutama terjadi di sekitar Kuantan, ibukota Pahang. Protes pun bermunculan. Pemerintah kemudian menghentikan tambang selama tiga bulan, hingga 15 April 2016, sambil menata kembali aturan.
‘’Yang kami khawatirkan, apa yang akan terjadi setelah moratorium dicabut?’’ tanya seorang petani durian, Che Long Che Ali. ‘’Kami akan berjalan kaki, mengirimkan memorandum ke parlemen, demi kami dan generasi mendatang. Mereka harus dilindungi dari kerusakan lingkungan,’’ kata Che, seperti dikutip kantor berita Reuters. Ia menghendaki, larangan tambang bauksit itu berlaku seterusnya.
‘’Tanaman durian kami tidak berbuah tahun lalu. Sungai tercemar, dan udara terkena polusi hebat. Banyak orang yang sakit,’’ kata Che. Ia merencanakan, aksinya ke parlemen dimulai pertengahan bulan depan.
Malaysia merupakan produsen durian kedua terbesar di dunia, setelah Thailand. Tahun lalu, ekspor durian beku, terutama ke Cina, hanya US$ 1,2 juta. Tidak besar, tetapi durian menjadi salah satu lambang kebanggaan Malaysia.