BEIJING, TAMBANG. PEMAKAIAN listrik di Cina hanya tumbuh 0,5% pada 2015, membuat permintaan terhadap batu bara anjlok 5%, dan impor batu bara berkurang 35%.
Laman berita Clean Technica hari ini melaporkan, Cina melindungi produksi batu bara domestiknya dengan mengurangi impor. Pada saat yang sama pemerintah India memberlakukan kebijakan serupa. ‘’Akibatnya, industri ekspor batu bara termal di pasar internasional secara keseluruhan terganggu,’’ demikian Tim Buckley dari Institute for Energy Economics and Financial Analysis, lembaga pemikiran ekonomi energi terkemuka yang berpusat di Cleveland, Ohio, Amerika Serikat.
Permintaan terhadap listrik di Cina pada 2015 hanya naik 0,5%, mencapai 5.500 tera-watt jam, pertumbuhan terendah sejak 1998. Turunnya pertumbuhan ini berbarengan dengan naiknya peran listrik dari non-batu bara, seperti listrik nuklir, air, angin, dan surya. Akibatnya, pembangkit listrik dengan bahan bakar batu bara turun sebanyak 4%, dan konsumsi batu bara berkurang 5%. Pada 2014, permintaan terhadap batu bara turun 2,9% dibanding tahun sebelumnya.
‘’Langkah besar dilakukan pemerintah Cina dengan berinvestasi besar-besaran dalam bidang energi bersih dan memperbaiki efisiensi energi,’’ kata Ben Caldecott, Direktur Program Sekolah Smith untuk Wirausaha dan Lingkungan, Universitas Oxford, Inggris. ‘’Kebijakan pemerintah Cina itu berdampak besar terhadap utilisasi pembangkit batu bara dan tingkat profitabilitasnya, dan bagi penambang batu bara, yang telah berinvestasi besar di tambang batu bara,’’ lanjutnya.
Pertumbuhan ekonomi yang melambat merupakan kunci utama terhadap permintaan kebutuhan listrik.
Permintaan terhadap konsumsi batu bara di Cina diperkirakan juga akan turun, di tahun-tahun mendatang, akibat terus meningkatnya kapasitas pembangkit berbahan bakar energi terbarukan. Awal bulan ini, Bloomberg New Energy Finance mengungkapkan, investasi Cina di bidang energi terbarukan naik 17% pada 2015, mencapai US$ 110,5 miliar. ‘’Pemerintah mendorong pemakaian energi listrik dari matahari dan angin. Cina menjadi juara dunia saat ini, untuk energi terbarukan,’’ tulis Bloomberg.
Bagi perusahaan tambang batu bara, tindakan Cina mendorong pemakaian energi terbarukan merupakan berita buruk. Menurut Buckley, di antara mereka yang terpengaruh oleh kebijakan pemerintah Cina adalah Australia, yang selama puluhan tahun menjadi eksportir utama batu bara ke Cina, dan juga India.
Saat ini, Adani, konglomerat besar dari India, tengah meninjau kembali investasi besar-besaran yang dilakukannya di Galilee Basin, Australia. ‘’Pengekspor batu bara dari Indonesia juga akan terpengaruh. Indonesia selama ini juga mengandalkan pasar Cina,’’ kata Buckley.