Jakarta, TAMBANG – Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Nicke Widyawati, mengatakan bioavtur J2.4 yang diproduksi PT Kilang Pertamina Internasional (PT KPI) unit Cilacap, terbukti menunjukkan performa yang setara dengan bahan bakar avtur fosil. Bioavtur tersebut juga sukses menerbangkan pesawat CN235 rute Bandung-Jakarta, Rabu (6/9).
Nicke mengatakan bahwa sejak 2014, PT Pertamina telah merintis penelitian dan pengembangan bioavtur melalui Unit Kilang Dumai dan Cilacap. Menurutnya, bioavtur ini memiliki kualitas yang hampir mendekati dengan kualitas avtur berbasis fosil yang sering digunakan pesawat pada umumnya.
“Performa bioavtur sudah optimal, di mana perbedaan kinerjanya hanya 0.2 – 0.6% dari kinerja avtur fosil. Bioavtur J2.4 mengandung nabati 2,4%, ini merupakan pencapaian maksimal dengan teknologi katalis yang ada”, ujar Nicke
Ia menambahkan bahwa PT KPI Unit Cilacap didapuk memiliki kapasitas teknis untuk mengembangkan bioavtur nasional. Hal tersebut tak lepas dari portofolio bisnis unit kilang Cilacap yang merupakan produsen Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Aviation Turbine terbesar di Indonesia, dengan angka produksi tertinggi 1.852 ribu barrel sepanjang tahun 2020.
Menurut Nicke, pengembangan bioavtur J2.4 melalui dua tahapan penting dalam proses produksi oleh PT Pertamina. Pertama, tahap awal pengembangan, yang dikelola oleh PT KPI Unit Dumai melalui Distillate Hydrotreating Unit (DHDT). Tahap ini ditandai dengan proses ‘Hydro Decarboxylation’, yaitu target awalnya adalah produksi diesel biohidrokarbon dan bioavtur dalam skala laboratorium. Kedua, ditandai dengan proses ‘Hydrodeoxygenation’, dimana Pertamina telah berhasil memproduksi diesel biohidrokarbon yang lebih efisien.
“Puncaknya, tahun 2020, PT KPI Unit Dumai berhasil memproduksi Diesel Biohidrokarbon D-100 yang 100% berasal dari bahan baku nabati yaitu Refined Bleached Deodorized Palm Oil (RBDPO). RBDPO adalah minyak kelapa sawit yang sudah melalui proses penyulingan untuk menghilangkan asam lemak bebas serta penjernihan untuk menghilangkan warna dan bau. Tahap awal tersebut menjadi langkah penting pengembangan green product termasuk green diesel dan bioavtur,” katanya.
Di Unit Kilang Cilacap, lanjut Nicke, pengembangan bioavtur dilakukan di dalam Treated Distillate Hydrotreating (TDHT). Katalis merah putih untuk bioavtur diproduksi di fasilitas milik Clariant Kujang Catalyst di Cikampek, dengan supervisi langsung dari team RTI (Research Technology and Innovation) PT Pertamina.
“Melalui Unit Kilang Cilacap, bioavtur dihasilkan melalui bahan baku minyak inti kelapa sawit atau Refined, Bleached, and Deodorized Palm Kernel Oil (RBDPKO) dengan avtur fosil. Kapasitas produksi Bioavtur di Unit Kilang Cilacap mencapai 8 ribu barel per hari dan akan terus ditingkatkan dengan melihat kebutuhan pasar mulai 2023,” jelasnya.
Sementara menurut Direktur Utama GMF, Andi Fahrurrozi menerangkan, bahwa dalam prosesnya GMF senantiasa mematuhi manual yang diterbitkan oleh manufaktur mesin pesawat. Prosedur khusus juga dijalankan agar avtur jet A1 dan bioavtur J2.4 tidak bercampur ketika melakukan testing, sehingga memberikan hasil yang representatif dan akurat.
“Hasilnya, performansi keduanya sangat dekat. Tidak ada perbedaan yang signifikan, sehingga bioavtur J2.4 diputuskan layak untuk menjalani tahapan uji non-statis ke pesawat CN235-220”, tutur Andi.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Perhubungan Udara, Novie Rianto mengapresiasi pencapaian pengembangan bahan bakar alternatif untuk pesawat udara tersebut. Hal ini menurutnya sejalan dengan roadmap Direktorat Jenderal Perhubungan Udara yang mendorong penggunaan bahan bakar hijau untuk transportasi kedirgantaraan.
“Penggunaan bahan bakar nabati untuk pesawat merupakan wujud upaya menurunkan emisi karbon di sektor penerbangan, sesuai kebijakan yang dikeluarkan oleh ICAO”, kata Novie.
Untuk diketahui, hari ini dunia penerbangan tanah air tengah mencatatkan sejarah karena berhasil menerbangkan pesawat menggunakan bahan bakar bioavtur untuk kali pertamanya dengan rute Bandung-Jakarta.