Jakarta-TAMBANG. Energi baru dan terbarukan merupakan energi masa depan Indonesia. Salah satunya energi tenaga surya. Oleh karenanya BUMN energi terintegrasi PT Pertamina (Persero) menggandeng tiga Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yaitu PT LEN Industri, PT Energi Management Indonesia dan PT Sarana Multi Infrastruktur membangun Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS). Pengembangan energi baru terbarukan (EBT) akan menggunakan lahan-lahan yang belum termanfaatkan milik Pertamina dan BUMN lainnya.
Wianda Pusponegoro, Vice President Corporate Communication Pertamina menjelaskan bahwa kerja sama Pertamina dengan tiga BUMN lainnya sejalan dengan pemenuhan target pemerintah dalam program 35 Gigawatt (GW) hingga 2019. Dalam program ini diharapkan 25%-nya atau setara 8,8 GW akan disuplai dari sumber energi terbarukan. Khusus untuk pembangkit listrik tenaga surya, pemerintah telah menargetkan kapasitas terpasang mencapai 5 GW atau 5.000 megawatt (MW) pada 2020. Pertamina berkomitmen untuk ikut membangun PLTS sebesar 1.000 MW.
“Sinergi BUMN ini diharapkan dapat mendorong implementasi EBT di Indonesia yang akan dimulai dengan target hingga 60 MW pada tahun 2017 di wilayah Sumatera Utara dan akan dilanjutkan pengembangannya selama tiga tahun ke depan hingga mencapai target 200 MW, dengan memanfaatkan sejumlah lahan idle milik Pertamina yang tersebar di beberapa wilayah di Indonesia,” kata Wianda dalam siaran pers di Jakarta, Jumat (1/4).
Wianda menegaskan, pengembangan EBT akan tetap disesuaikan dengan kemampuan serap kapasitas jaringan PT PLN (Persero) yang sudah ada di lokasi-lokasi tersebut. PT SMI sebagai lembaga pembiayaan infrastruktur sangat diharapkan dukungannya untuk mencarikan dana-dana “hijau” yang banyak dikucurkan oleh negara-negara maju sehingga keekonomian proyek menjadi menarik.
Sementara BUMN yakni LEN merupakan BUMN industri strategis yang telah memiliki fasilitas produksi solar modul dan telah memiliki aset operasi PLTS 5MWp di Kupang, Nusa Tenggara Timur. Sementara itu, Energi Management merupakan BUMN di bidang energi yang memiliki pengalaman di bidang manajemen proyek dan konsultan di bidang penanganan konservasi energi dan energi terbarukan.
Menurut Wianda, proyek-proyek yang akan dikembangkan dalam sinergi BUMN ini akan terus mengedepankan prinsip-prinsip komersial dan memenuhi tata kelola perusahaan yang baik untuk menjadi pioneer dalam pengembangan EBT di Indonesia. “Dengan skala yang makin masif dan pengembangan yang intensif di seluruh Indonesia, tentunya biaya pembangkitan listrik dari energi baru dan terbarukan akan terus mendekati biaya pembangkitan dari energi konvensional,” tandasnya.
Surya Darma, Ketua Masyarakat Energi Baru Terbarukan Indonesia (METI), mengatakan secara umum kendala pengembangan EBT sama. Bagi investor, penanaman modal akan diukur dengan tingkat pengembalian modal dari setiap investasi yang ditanamkan. Untuk itu menjadi kewajiban pemerintah memberikan payung hukum yang dapat memberikan kemudahan dalam berinvestasi, memiliki pasar energi yang luas hingga tingkat pengembalian yang menarik walaupun dengan berbagai risiko sekalipun.
Menurut dia, sinergi Pertamina dengan tiga BUMN lainnya dalam pengembangan EBT merupakan upaya yang sangat baik. Pertamina sebagai perusahaan energi yang memiliki kemampuan finansial yang baik, bekerja sama dengan LEN yang memiliki kompetensi di bidang solar energi dengan pengalaman yang panjang, baik sebagai manufacturer maupun sebagai pengembang, bahkan sebagai operator.
“Apalagi ditambah dengan ikut sertanya SMI dan EMI. Ini akan merkuat sinergi pengembangan EBT ke depan. Apabila hal ini terus dilakukan saya kira banyak proyek EBT yang sudah dicanangkan pemerintah akan dapat dikembangkan dengan maksimal,” ujar Surya Darma.
Menurut dia, tentu saja sebagai BUMN, prinsip-prinsip governance dan keekonomian juga harus dipenuhi. Apalagi nama baik Pertamina sebagai perusahaan energi yang selama sudah go international harus bisa menjamin EBT juga memberikan dukungan untuk prrtumbuhan bisnis dan kemajuan EBT. “Hal ini termasuk dalam kaitannya dengan penyiapan kemampuan SDM dan teknologi serta peningkatan kandungan komponen lokal,” tandas Surya Darma.
Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif Institute Essential for Services Reform, mengatakan kerja sama antar-BUMN, seperti yang dijalin Pertamina, LEN, SMI, dan EMI merupakan sinergi positif karena masing-masing perusahaan berkontribusi sesuai dengan kekuatannya.
“Model sinergi ini bisa dilakukan antara BUMN lain, misalnya Pertamina dan PLN serta SMI dan bank-bank BUMN untuk proyek-proyek pembangkit berbasis gas atau energi terbarukan. Potensi kolaborasinya cukup besar di antara BUMN,” kata Fabby.