Jakarta-TAMBANG. Pemerintah terus mendorong pengembangan energi baru dan terbarukan. Salah satunya pengembangan panas bumi sebagai sumber energi masa depan. Oleh karenanya PT Pertamina (Persero), badan usaha milik negara di sektor energi terintegrasi melalui anak usahanya PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) bersama dua BUMN lainnya, yaitu PT Geodipa Energi dan PT PLN (Persero), mendapatkan keistimewaan (privilese) dari pemerintah untuk mengembangkan potensi energi panas bumi di Tanah Air.
Yunus Saefulhak, Direktur Panas Bumi, Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengatakan salah satu terobosan yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan penggunaan energi baru terbarukan sebagai sumber energi adalah memberikan penugasan kepada BUMN seperti Pertamina, Geodipa, dan PLN tanpa harus mengikuti lelang wilayah kerja panas bumi. Apalagi Pertamina adalah adalah satu-satunya perusahaan yang agresif dalam pengembangan panas bumi di Indonesia.
“Ini terbukti dari komitmen Pertamina dalam melakukan kegiatan eksplorasi dan pemboran di beberapa wilayah kerjanya seperti Lahendong, Ulubelu, Hululais, Lumut Balai, dan Sungai Penuh,” ujarnya.
Sesuai UU No 21 Tahun 2014 tentang Panas Bumi, pemerintah saat ini membolehkan untuk menugaskan BUMN melakukan kegiatan pada wilayah kerja tanpa lelang. Menurut Yunus, hal ini merupakan terobosan untuk pengembangan panas bumi di Indonesia sehingga Pertamina akan kami berikan izin untuk melakukan kegiatan eksplorasi di beberapa wilayah kerja yang ditugaskan.
“Lender, investor atau partner dapat langsung bekerja sama dengan BUMN tersebut untuk mengusahakan sampai hilirnya. Pertamina akan berkontribusi lebih besar lagi,” katanya.
Pertamina menargetkan penambahan kapasitas pembangkitan panas bumi sebesar 1.037 MW pada 2021. Pada Selasa (27/12), Presiden Joko Widodo meresmikan tiga proyek infrastruktur pembangkit listrik tenaga panas bumi senilai US$ 532, 07 juta atau sekiar Rp 6,128 triliun yang dikelola PGE. Proyek-proyek tersebut meliputi PLTP Lahendong unit 5 dan 6 berkapasitas 2 x 20 MW di Tompaso, Sulawesi Utara dengan investasi US$ $282,07 juta atau setara dengan Rp3,3 triliun dan PLTP Unit 3 berkapasitas 1X55 MW di Ulu Belu, Kabupaten Tanggumas, Lampung dengan investasi sekitar US$ 250 juta.Dengan diresmikannya tiga PLTP baru ini maka kapasitas terpasang PLTP Indonesia menjadi 1.533,5 MW atau 5,2% dari total potensi panas bumi sebesar 29,5 GW. Semua PLTP yang beroperasi saat ini, termasuk PLTP yang dikelola PLN, semuanya uapnya berasal dari lapangan panas bumi yang digarap oleh PGE.
Menurut Yunus, selain penugasan kepada Pertamina, Geodipa dan PLN, terobosan lain yang disiapkan pemerintah adalah penugasan SurveiPendahuluan dan Eksplorasi(PSPE) kepada badan usaha swasta yang akan mendapatkan hak lelang terbatas atau direct appointment. Selain itu, pemberlakuan tarif tetap untuk menghilangkan negosiasi (power producer agreement/PPA) yang lama, dan penyederhanan perizinan.
“Kami juga menyiapkan insentif seperti PPN, PPh, Bea Masuk untuk dibebaskan dan pemannfatan geothermal fund serta membolehkan dan menyederhanakanperizinan di hutan lindung dan konservasi,” jelas dia.
Suryadarma, Ketua Umum Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI), menilai pengembangan panas bumi harus diproritaskan. Hanya saja orang Indonesia dinilai agak lengah dan tidak sadar bahwa panas bumi sebagai energi terbarukan akan sangat baik jika dimanfaatkan dari sekarang dibandingkan menunda sampai waktu yang akan datang.
“Semakin lama kita tunda semakin lama kita mengalami kerugian. Peresmian proyek panas bumi lahendong unit 5 dan 6 serta PLTP Ulubelu Unit 3 yg dikelola Pertamina menunjukkan keseriusan Pertamina yang tidak pernah berhenti mengembangkan panas bumi sejak pertama kali diberikan hak dan kewenangan itu pada 1974,” ujarnya
Menurut dia, dari segi pengembangan panas bumi, Pertamina adalah satu-satunya perusahaan nasional yang sangat konsisten dalam pengembangan energi panas bumi di Indonesia. Pertamina yang tampil menyelamatkan Indonesia dalam mengambilalih proyek-proyek terkendala dan berupaya mendorong kegiatan panas bumi baik dilaksanakan sendiri oleh Pertamina maupun melalui kerja sama dengan pihak lain melalui kontrak operasi bersama (KOB).
“Ketika keadaan pengembangan panas bumi tidak banyak menarik investor karena harganya yang tidak ekonomis, Pertamina sebagai pelaksana kegiatan panas bumi terus sangat agresif mengembangkan panas bumi. Apalagi ketika panas bumi masuk sebagai bagian dari program peningkatan peran EBT 23% pada 2025,” katanya.
Fabby Tumiwa, Direktur Eksektutif Institute for Essential Services Reform (IESR), menilai panas bumi salah satu energi terbarukan yang dikembangkan olehpemerintah. Target kapasitas terbangun pembangkit listrik panasbumi sebanyak6.000 MW pada 2025. Dari jumlah itu, Pertmaina berencana membangun hingga 1.000 MW pada 2020.
“Panas bumi perlu dikembangkan secara ekonomis, mengingat masih banyak potensi cadangan yang belum dikembangkan. Paling tidak sampai dengan 2030, potensi pengembangan panas bumi bisa mencapai 12.000-15.000 MW,” ujar dia.