Jakarta-TAMBANG. Di tahun 2018 ada setidaknya delapan Wilayah kerja yang akan berakhir masa kontraknya. PT Pertamina (Persero) sebagai BUMN harus mendapat prioritas untuk mengelola blok-blok kedaluarsa tersebut.
Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro menyebutkan pengelolaan blok terminasi berdasarkan aturan sudah harus ditentukan 10 tahun sebelum masa kontrak berakhir. Dalam regulasi tersebut, Pertamina mendapat kesempatan pertama ditawarkan.
“Kalau dari sisi regulasi terkait pengajuan blok migas habis masa kontrak baik atas inisiasi Pertamina maupun kontraktor eksisting diberikan waktu 10 tahun sebelum masa kontrak berakhir. Jadi waktunya sudah diatur dengan tegas disana,” kata Komaidi dalam diskusi publik “Menyelisik Kemampuan Pertamina Dalam Mengelola Blok Migas Habis Kontrak” di Jakarta, Senin (26/2).
Ada beberapa regulasi yang mengaturnya yang disana sudah sangat jelas mengatur aturan main blok migas yang berakhir masa kontrak.
“Intinya dari regulasi yang ada sudah sangat jelas mengatur mengenai tahapan pengelolaan blok migas habis masa kontrak. Kalau sampai hari ini ada beberapa WK yang belum ada keputusan, domainnya ada di Pemerintah,” kataKomaidi.
Beleid terbaru adalah Permen ESDM No.15 tahun 2015 dan direvisi menjadi Permen ESDM No.30 tahun 2015. “Revisi ini tidak membatalkan aturan sebelumnya. Ia hanya memberikan jalan kepada Pertamina untuk masuk blok Mahakamsupaya memberikan pembiayaan terlebih dahulu tetapi pengerjaan akhir masa kontrak,” lanjut Komaidi.
Kebijakan tersebut menurut Komaidi tidak lain untuk mempertahankan tingkat produksi dan investasi berjalan normal.Sehingga target lifting yang sudah ditetapkan oleh DPR tercapai.
Dalam regulasi tersebut hampir 75% menyebutk PT Pertamina (Persero) artinya regulasi tersebut sangat berpihak kepada Pertamina. Setidaknya ada tiga scenario. Pertama oleh PT Pertamina (Persero) kalau BUMN tersebut berminat dan mengajukan permohonan.
Kedua, memperpanjang kontraktor eksisting. Ketiga, kerjasama antara Pertamina dengan KKKS Eksisting. “Pilihan ini tergantung darimana yang paling optimal menjaga tingkap produksi dan tingkat investasi di wilayah kerja yang habis masa kontrak,” tandas Komaidi.
Sementara Wisnu Prabawa Taher, Kepala Divisi Humas Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas), mengatakan Pertamina mampu mengelola blok-blok terminasi. Namun kinerja pengelolaan blok eksisting yang dikelola Pertamina memang sedang turun. Sejak 2013, laju penurunan cukup besar dan berat untuk dinaikkan.
“SKK Migas selalu memberi atensi khusus ke Pertamina. Jadi dari SKK secara konkret mendukung Pertamina untuk mengelola blok migas,” kata Wisnu.
Dia menambahkan, cost recoverry yang dikelola Pertamina masih di bawah rata-rata. Padahal, lapangan yang dikelola Pertamina berada di Sabang sampai Merauke.
“Dengan ada tambahan delapan WK akan jadi tantangan buat Pertamina. SKK Migas akan mengikuti keputusan pemerintah, tetap akan dukung Pertamina untuk meningkatkan performanya,” tegas dia.
Sementara Herman Khaeron, Wakil Ketua Komisi VII DPR, mengatakan pemerintah harus tegas bahwa Indonesia sudah mampu mengelola wilayah kerja migas terminasi dan jangan lagi ada keraguan.
“Turunannya, tawarkan Pertamina lebih dulu sebagai institusi negara yang tentu memiliki prospek yang lebih baik. Kedua, perusahaan daerah, jangan dilupakan,” kata dia.
Selain itu, pemerintah daerah lewat BUMDnya juga sudah mampu. Jika daerah saja sudah mampu, apalagi Pertamina. Ketegasan pemerintah agar perusahaan nasional mengelola WK migas terminasi dalam rangka mewujudkan kedaulatan energi nasional.
“Urgensi akan penerimaan negara, kalau sudah 100% dikelola anak bangsa, minyak dan gas milik negara. Wilayah migas terminasi adalah lapangan yang sudah mature. Kita harus beri kepercayaan kepada Pertamina,” tandas Herman.
Dalam kesempatan itu, juga disampaikan tentang unitisasi lapangan Sukowati di Wilayah Kerja Tuban, Jawa Timur kepada PT Pertamina (Persero). Lapangan yang saat ini dikelola Joint Operation Body (JOB) Pertamina Hulu Energi-PetroChina East Java (PPEJ) hak partisipasinya mayoritas dikuasai Pertamina melalui dua anak usahanya, yaitu PT Pertamina EP dan PHE.
“Untuk lapangan Sukowati harusnya tidak ada problem karena Pertamina memliki hak yang besar karena menguasai 80%,” ujar Komaidi.
Pertamina EP telah mengajukan untuk mengelola lapangan unitisasi Sukowati. Pertamina EP juga berkomitmen meningkatkan produksi lapangan Sukowati sebesar 1.500 barel per hari (bph) dari kapasitas produksi saat ini yang di bawah 10 ribu bph karena dikelola dan dioperatori JOB PPEJ.
Saat ini Blok Tuban dikelola JOB PPEJ. Di Blok Tuban, PHE menguasai 75% hak partisipasi, yaitu PHE East Tuban 50% dan 25% melalui PHE Tuban. Sedangkan 25% sisanya dimiliki Petrochina International Java Ltd. JOB PPEJ juga mengelola unitisasi Lapangan Sukowati yang 80% dimiliki Pertamina EP dan 20% dikuasai JOB PPEJ. Dari total produksi JOB PPEJ yang mencapai 9.000-10.000 bph, sebesar 80% berasal dari Lapangan Sukowati.
Kontrak PPEJ di Blok Tuban akan berakhir pada 28 Februari 2018. Blok Tuban dan tujuh blok migas habis kontrak (terminasi) lainnya diputuskan untuk diserahkan ke Pertamina. Namun, pemerintah masih menunggu term on condition(TOC) dari Pertamina sebelum menandatangani kontrak bagi hasil (production sharing contract/PSC) baru.