Beranda Tambang Today Perhiasan Indonesia dan Asean Banjiri Pasar India

Perhiasan Indonesia dan Asean Banjiri Pasar India

New Delhi, TAMBANG. BELASAN perusahaan impor di India mengambil untung dari perjanjian perdagangan bebas antara India dengan negara-negara Asean, termasuk Indonesia. Impor perhiasan emas, misalnya, hanya kena bea masuk 1%. Sementara impor dalam bentuk perhiasan emas, kena 10%. Mei lalu impor perhiasan emas dari Asean naik menjadi 6 ton, sementara pada Januari hanya 400 kilogram.

 

 

Analis menilai, bila aturan impor tak diperbarui, perhiasan impor akan mengancam pabrik perhiasan di India, serta pedagang emas batangan. India memiliki perdagangan perjanjian bebas dengan negara-negara Asean, yaitu Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, Brunei, Kamboja, Laos, Myanmar, dan Vietnam.

 

 

Koran bisnis India, Business Standard mengutip kantor berita Reuters menulis, impor perhiasan dari Indonesia terjadi sejak Juli tahun lalu. Dari Malaysia, impor berlangsung sejak Mei. Perhiasan yang diimpor itu dilebur lagi untuk dijual ke pasar lokal. Setelah memperhitungkan biaya impor, ongkos peleburan, dan bunga bank, total biaya yang dikeluarkan hanya 3% dari harga emas. Importir menjualnya 10% di atas harga beli, sehingga masih mendapat selisih untung 7%.

 

 

Emas yang diimpor dalam kadar berbeda-beda: 22 karat, atau 24 karat dalam bentuk liontin dan gelang.

 

 

Di India, emas dalam berbagai bentuk itu kemudian dilebur lagi menjadi emas batangan. Ada kalanya emas olahan itu diekspor lagi. Para eksportir biasanya mengajukan klaim atas pembayaran impor yang sudah dilakukan, dengan cara menerbitkan invoice.

 

 

Bea masuk 1% terhadap produk perhiasan impor menambah daya taris bisnis perhiasan, sejak beberapa tahun lalu. Sebelumnya, impor emas kena aturan ketat. Selain kena bea masuk 10%, juga kena aturan 80:20, hanya 20% yang boleh diekspor, dan 80% sisanya harus untuk pasar domestik.

 

 

Federasi Perdagangan Perhiasan India mendesak pemerintah mengoreksi bea masuk 1%, karena akan mengancam industri lokal perhiasan emas. Setelah itu, pemerintah menaikkan bea masuk perhiasan impor menjadi 15%. Tetapi, karena India terikat perjanjian dengan Asean, maka perhiasan impor dari negara-negara Asean tetap 1%.

 

 

Tetapi ada syarat. Produk impor itu harus melampirkan sertifikat asal-usul barang, dan harus ada nilai tambah minimal 20%. Produk Thailand, misalnya, tetap terkena bea masuk 1%. Yang jadi persoalan kemudian bagaimana menaksir adanya nilai tambah 20%. Terjadi perbedaan pendapat antara importir perhiasan Thailand dengan aparat Bea Cukai, yang berujung penalti. Impor pun untuk sementara meredup.

 

 

Kini, para pedagang punya siasat berbeda. Nilai tambah 20% dihitung dengan membandingkan antara biaya menambang, harga bijih, biaya pemrosesan, serta biaya lainnya, dengan harga jual. Nilai tambahnya total lebih dari 20%.

 

 

Dengan penafsiran seperti itu, produk impor dari Indonesia dan Malaysia, dua negara yang memiliki tambang emas, membanjiri India.

 

 

Sudheesh Nambiath, dari GFMS Thomson Reuters mengatakan, ‘’Ini sebuah ironi. Ketika pemerintah ingin menerapkan politik ‘’made in India’’, negara ini malah memiliki perjanjian dengan negara lain. Perjanjian itu bisa menghancurkan industri pembuat ‘’made in India’’.’’

 

Foto : Wanita India dengan perhiasannya.

Sumber: www.indiabazaaronline.com